Jurus Kuno Jawa Ini Bikin Kamu Tahan Mental dan Disayang Atasan

Laku Ing Sasmita, Amrih Lantip: Menempa Generasi Hospitality agar Tajam Rasa, Kuat Jiwa, dan Siap Jadi Role Model Masa Depan.

 

Kearifan Jawa tentang kepekaan batin dan ketajaman pikiran ini kini menjadi formula baru dalam membentuk karakter generasi muda industri pariwisata di tengah derasnya digitalisasi dan krisis identitas profesional.

 

Laku dalam Senyap, Lantip dalam Sikap
Di tengah riuhnya dunia digital yang bergerak cepat dan keras, ada satu jurus leluhur Jawa yang kembali relevan di kalangan pekerja muda: laku ing sasmita amrih lantip. Sebuah filosofi yang tampaknya diam, tetapi sesungguhnya menciptakan pribadi-pribadi yang mampu membaca dunia tanpa gaduh.

Dalam laku ini, “sasmita” bukan sekadar firasat atau intuisi — melainkan kemampuan tinggi untuk memahami tanda-tanda dari orang, situasi, hingga perubahan zaman. Dan “lantip” bukan cuma pintar, tapi juga tajam dalam berpikir, halus dalam membaca rasa, serta lincah dalam menyikapi kompleksitas hidup.

Mengapa Filosofi Ini Muncul Kembali Sekarang?
Karena saat ini, kita sedang menghadapi dua krisis besar dalam industri pariwisata dan perhotelan:

  1. Krisis soft character: banyak profesional muda yang lulus dengan sertifikasi, tetapi rapuh dalam etika, mudah burnout, dan tidak adaptif.

  2. Krisis human value: di era Marketing 6.0, pelanggan tidak hanya membeli layanan, mereka membeli empathy, meaning, dan human touch — sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh AI, hanya bisa dihadirkan oleh pribadi yang “lantip”.

Machines can perform tasks, but only humans can offer meaning.” – Anon

Pelajaran Sasmita di Lobby Hotel
Seorang tamu datang dengan wajah tegang, langkah tergesa. Seorang receptionist muda, yang sudah “laku sasmita,” tak perlu banyak bicara. Ia cukup menyambut dengan nada lembut dan segelas infused water. Tidak ada skrip. Hanya rasa.

Dan saat malam gala dinner, seorang banquet supervisor yang “lantip” tahu kapan harus diam saat chef sedang emosi, dan tahu kapan harus memberi instruksi pendek tapi efektif kepada waiters yang gugup.

Di sinilah filosofi Jawa itu hidup: bukan dalam teks kuno, tapi dalam tindakan kecil yang menyelamatkan momen, membangun kepercayaan, dan menciptakan pengalaman mengesankan.

Keilmuan yang Bisa Dilatih
Filosofi ini bukan hanya wacana spiritual, tapi bisa dilatih dan diajarkan dalam bentuk modul pelatihan profesional. Berikut beberapa strategi konkret yang sudah diterapkan dalam berbagai workshop kepemimpinan hospitality:

1. Mindfulness Bumi Nusantara

Bukan sekadar meditasi ala Barat. Tapi latihan hening dan mendengar — suara angin, suara batin, suara rekan kerja.

2. Membaca Bahasa Tubuh dan Energi Ruangan

Latihan simulasi menghadapi tamu dengan ekspresi ambigu. Poinnya: tamu tidak selalu marah karena pelayanan buruk, bisa jadi karena urusan pribadinya.

3. Kelas “Sasmita dalam Leadership”

Latihan membaca pola diam dalam tim. Siapa yang sedang gelisah? Siapa yang butuh ditarik pelan? Siapa yang diam tapi menyimpan emas?

4. Ritual “Titen” ala Jawa Modern

Melatih kepekaan dengan cara observasi diam 15 menit sebelum shift — tanpa gadget, hanya dengan memperhatikan situasi kerja.

Dari Filosofi Menjadi Diferensiasi Bisnis
Hotel atau destinasi wisata yang punya staf lantip akan lebih mudah menjalin emotional loyalty dengan tamu. Ini bukan hal kecil. Ini berdampak langsung pada:

  • Tingkat kepuasan tamu (NPS Score)

  • Durasi tinggal (Length of Stay)

  • Ulasan online yang natural dan menyentuh

  • Return guest yang konsisten

Hospitality adalah industri rasa. Dan “sasmita” adalah alat ukur rasa tertinggi yang tidak bisa dibeli, hanya bisa diasah.

Generasi Baru Role Model
Filosofi ini bukan untuk membuat generasi muda menjadi kuno, tapi justru membuat mereka visioner—karena peka terhadap tanda-tanda kecil yang menjadi petunjuk besar. Di saat dunia berlomba cepat, mereka memilih untuk hadir penuh.

Fast is fragile. Slow is smooth. Smooth is smart.

Merekalah yang kelak menjadi role model di industri — bukan karena jabatan, tapi karena kepekaan, karena ketajaman, karena kemampuannya membuat keputusan tepat saat tidak ada data yang tersedia, hanya sasmita yang bicara.

Kembali ke Dalam untuk Melompat Lebih Jauh
Laku ing sasmita amrih lantip bukan romantisme masa lalu, tapi roadmap spiritual dan profesional untuk generasi yang hidup di tengah gempuran teknologi. Ini bukan tentang menjadi lembek atau lamban, tapi tentang menjadi kuat dalam diam, jernih dalam chaos, dan adaptif dalam keheningan.

Jika kita ingin industri pariwisata dan perhotelan Indonesia melahirkan pribadi-pribadi global yang tak tergantikan oleh mesin, maka inilah jalannya: mengasah kepekaan, menajamkan rasa, dan membumikan “lantip” sebagai standar baru profesionalisme.

“Jangan hanya ajari mereka melayani. Ajari mereka memahami.” – Jeffrey Wibisono V.

Jember, 1 Juni 2025

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Konsultan

 

 

Leave a Reply