Diam-Diam Dipangkas: Die Hard Hospitality Warriors 2025
Badai pemutusan hubungan kerja pada tahun 2025
Sebuah Feature tentang Ketangguhan, Relevansi, dan Etika Bertahan di Tengah Perubahan Industri Hotel
Tahun 2025 seharusnya menjadi titik balik kebangkitan industri pariwisata dan hospitality pasca disrupsi pandemi global. Namun di balik pencapaian okupansi dan angka pendapatan yang mulai membaik, ada badai lain yang menghantam diam-diam: perampingan tenaga kerja di banyak hotel, khususnya pada divisi Food & Beverage (F&B), Banquet, dan Housekeeping.
Tanpa seremoni, tanpa pengumuman resmi, ratusan bahkan ribuan pekerja perlahan menghilang dari jadwal kerja. Tidak karena performa buruk. Namun karena sistem dan efisiensi kini menjadi prioritas utama. Maka muncul satu pertanyaan penting: siapa yang bertahan?
Hospitality Warriors: Mereka yang Bertahan dalam Diam
Mereka tidak viral. Tidak trending. Tidak disebut-sebut dalam laporan keuangan. Tapi mereka ada. Mereka adalah Die Hard hospitality warriors — pekerja garis depan yang memilih bertahan bukan hanya dengan loyalitas, tetapi dengan kecakapan dan relevansi yang terus diperbarui.
Mereka adalah para room attendant yang belajar mengoperasikan sistem digital inventaris. Adalah banquet captain yang kini menguasai koordinasi hybrid event. Adalah waiters yang merangkap content creator untuk promosi restoran.
“Hari ini, yang dibutuhkan bukan yang paling senior. Tapi yang paling lentur, paling solutif, dan tetap beretika dalam melayani.” — Jeffrey Wibisono V.
Mereka yang Terlempar: Ketika Loyalitas Tak Lagi Menjamin
Dalam banyak kasus, pekerja yang paling lama justru menjadi korban. Loyalty, ternyata, tak selalu dihitung dalam spreadsheet. Industri menuntut kecepatan adaptasi, pemahaman digital, dan penghematan biaya.
Namun bukan berarti harapan sirna. Justru di sinilah makna sejati hospitality diuji: mampukah seseorang tetap menjaga martabat pelayanan, sambil menyesuaikan langkah?
“Sing Bisa Urip, Dudu Sing Pinter – Tapi Sing Pinter Urip”
Pepatah Jawa ini kembali relevan: yang bertahan bukan yang paling hebat, tapi yang paling cerdas membaca zaman. Ketangguhan tidak hanya tentang kuat fisik, tapi kuat mental, spiritual, dan profesional.
Filosofi Jawa mengajarkan bahwa sabar bukan berarti pasrah. Tapi bersiap dengan disiplin dan kesadaran penuh arah.
Paradigma Baru: Hospitality Multi-Skill & Multi-Presensi
Hotel masa kini mencari pekerja dengan kompetensi silang. Satu orang bisa mengisi dua peran. Satu staf bisa jadi wajah pelayanan sekaligus penggerak promosi digital.
“Seorang cook yang tahu food photography akan lebih berharga daripada yang hanya handal di dapur.”
Mereka yang terus belajar dan mau keluar dari zona nyaman akan lebih dulu dilirik, bahkan dalam tim kecil yang tersisa.
Branding Diri: Bukan Pamer, Tapi Bertahan dengan Martabat
Di era digital, kehadiran Anda di media sosial profesional, portofolio daring, hingga postingan LinkedIn bisa menjadi pembeda antara “dilihat” dan “dilewatkan”.
Personal branding hari ini bukan kemewahan, tapi kebutuhan. Ini bukan tentang narsisme. Tapi cara cerdas menunjukkan nilai.
“Dalam dunia yang sibuk, yang terlihat adalah yang terus berbicara dengan karya.”
Hypnowriting & Hypnoselling: Menjual Diri Tanpa Menjual Harga Diri
Dalam setiap lamaran kerja, narasi diri Anda adalah senjata utama. Hindari CV generik. Tulis pengalaman Anda dengan sudut pandang nilai dan kontribusi.
Contoh:
-
“Melayani tamu” bisa diubah menjadi “Menciptakan pengalaman makan malam personal bagi lebih dari 3.000 tamu selama dua tahun, dengan tingkat kepuasan 96%.”
Jangan minta dikasihani. Tawarkan solusi. Bicarakan dampak. Sampaikan kontribusi.
Simulasi Bertahan 30 Hari ala Die Hard Worker
-
Hari 1–7: Audit keterampilan, cari tahu posisi Anda.
-
Hari 8–14: Ambil pelatihan daring.
-
Hari 15–21: Bangun ulang CV, profil LinkedIn, dan portofolio digital.
-
Hari 22–30: Tawarkan diri pada komunitas, agency, dan hotel lain—bukan sekadar melamar kerja, tapi mengirim proposal kontribusi.
Hospitality Tak Mati – Ia Berevolusi
Industri ini keras. Tapi tidak kehilangan keindahan. Keindahannya justru muncul dari para pekerja yang tidak menyerah meski perlahan diabaikan. Yang tetap menjaga nilai pelayanan, meski tanpa jabatan tetap.
Jika Anda masih bekerja hari ini, maka bersyukurlah. Tapi jangan berpuas diri. Jadilah pribadi yang die hard: tangguh, lentur, strategis, dan bermartabat.
“Saat badai datang, jangan salahkan angin. Pelajari arahnya dan ubah posisi layar kapalmu.”
— Jeffrey Wibisono V.
Jember, 27 Mei 2025
Praktisi Industri Hospitality dan Konsultan
Note:
Dalam konteks industri hospitality, Die Hard menggambarkan pekerja yang tetap profesional, loyal, fleksibel, dan tidak menyerah walau diterpa PHK, pemangkasan, atau perubahan sistem. Mereka adalah simbol daya tahan dan integritas dalam senyap.
“Pekerja hospitality sejati adalah die hard: mereka mungkin lelah, tapi tidak pernah menyerah.”