Bali “under control”, siap “rebranding”

INSAN pariwisata di Bali sedang ngotot berupaya untuk mengembalikan ekonomi bisnis dan rumah tangga mereka bergulir nyata dan produktif. Tonggak yang ditancapkan oleh Pemerintah Provinsi Bali ternyata harus tetap ditempatnya sampai batas waktu yang belum bisa dipastikan.

Dengan menggunakan kalimat “sampai kondisi pandemi di Bali, nasional dan internasional kondusif”, demikian Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan keputusannya dalam keterangan pers pada hari Rabu (26/8) bertempat di Gedung Gajah, Jayasabha, Denpasar, yang dilansir kantor berita Antara.

Di atas permakluman tingkat provinsi ini, sebagai penghadang yang kuat adalah masih tetap diberlakukannya PERMENKUMHAM Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Republik Indonesia.

Jadwal semula untuk membuka Bali bagi international visitors yang telah beredar luas adalah hari baik sesuai perhitungan penanggalan Bali yaitu pada Kajeng Keliwon sekaligus hari Sugihan Bali atau 11 September 2020 pada kalender masehi.

Saya, sebagai praktisi pariwisata, memperhitungkan membuka Bali dengan status COVID-19 under-control (terkendali) dan masuk ke program recovery adalah proses marketing re-branding suatu destinasi.

Keputusan ini sangat strategis dan “merupakan proses jangka panjang” untuk memulai re-branding, segmenting & targeting, selling, serta positioning. Sehingga menurut saya, lebih cepat pintunya dibuka akan lebih baik untuk menentukan action plan.

Mengapa?

Terbukti dan sudah menjadi fakta, dengan dibukanya Bali untuk pengunjung domestik, hasilnya masih jauh dari harapan, belum membuat pulau tujuan wisata nomer satu ini hidup kembali secara bisnis pada bulan Agustus 2020.

Secara teori, bisa saya jabarkan bahwa aktivitas re-branding pemasaran destinasi wisata diawali dengan memilih target pasar. Pasar disini adalah negara-negara yang sudah masuk dalam status persiapan mengijinkan warga negaranya untuk melakukan perjalanan keluar negeri. Sembari memonitor keputusan Kementerian Luar Negeri dalam hal pemberlakuan visa masuk dan tata caranya selama beradaptasi dengan COVID-19.

Deal-deal strategis negara di dalam pemerintahan — seperti biasa—beyond our knowledge dan bisa berubah setiap saat. Maka tugas kita adalah selalu “siap berjaga”.

Namun, kepastian pintu masuk harus kita buka terlebih dahulu sembari mengerjakan PR segmenting & targeting pangsa pasar. Sehingga kita tidak bakal gelagapan ketika tamu-tamu hadir kapanpun.

Aktivitas selling guna mendapatkan, mengelola, dan menumbuh-kembangkan target pasar sangat memakan waktu dan energi. Disini termasuk juga pendanaan sebagai bagian dari positioning dan membangun trust (kepercayaan).

Sebagai acuan, secara digital untuk SEO google saja, perlu waktu 3 – 6 bulan untuk produk yang diluncurkan, mulai dikenal publik.

Yakinkah kita saat ini, sudah siap dan terarah menciptakan, menyampaikan, mengkomunikasikan penawaran Bali sebagai destinasi —dengan jaminan –konsistensi implementasi protokol cleanliness, health, safety and environment (CHSE)  serta fungsi kontrolnya?

Mengulas tentang Strategic Destination Marketing, secara teori, banyak sekali pendekatannya. Tetapi saya sebagai praktisi sudah pasti bukanlah ahlinya. Secara praktis saya dapat menyampaikan yang taktis saja mengenai re-branding marketing suatu produk sesuai pengalaman saya.

Kita perlu melakukan pendekatan pada proses adaptasi terhadap perilaku pasar dalam masa pandemi COVID-19 sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki Bali sebagai destinasi pariwisata unggulan. Pada dasarnya strategi pemasaran destinasi harus mengacu pada bottom lines pembangunan destinasi yaitu sustainable tourism development.

Bali sudah memilikinya. Tetapi untuk re-branding adaptasi hidup berdampingan dengan COVID-19 kali ini, Bali dengan bisnis pariwisatanya harus melaksanakan beberapa pendekatan. Kita perlu menekankan penyelarasan antara peluang pasar terhadap Bali yang memiliki daya tarik (market attractiveness) dengan kemampuan ekosistem sumber dayanya (resource capabilities) .

Yang saya pikirkan kali ini adalah kita harus berpacu dengan waktu untuk mengatasi krisis ekonomi, sekaligus berupaya secara strategis membangun kembali perekonomian seluruh masyarakat.

Perlu waktu cukup lama untuk bangkit dari keterpurukan yang telah membuat banyak dari kita, terengah-engah bahkan diambang keputus-asa-an. Maka, mari kita sedini mungkin mematangkan proses manajemen strategis re-branding destinasi bagi Bali.

Apakah kita sudah siap dengan pendekatan integrated driven atau pendekatan yang mempertimbangkan sisi pasar dan sumberdaya secara seimbang (balance)?

Yes, disini Bali sebagai tuan rumah bagi semua visitors domestic dan international termasuk mempertimbangkan kelayakan safety dan comfort dalam hal fasilitas kesehatan, keamanan, ekonomi, sosial, serta kelestarian lingkungan alam.

Singkat kata,  kita harus segera berproses melakukan berbagai pendekatan dengan mempelajari sampai mengimplementasikan  adaptasi terhadap perilaku pasar sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki oleh Bali sebagai destinasi.

Perlu waktu berapa lama dimulai dari appraisal sampai implementasi untuk membangkitkan Bali For The World?

 

Bali, 06 September 2020

Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali –  Telu Learning Consulting – Commercial Writer – Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

Hospitality Consultant Indonesia in Bali Jeffrey Wibisono V. namakubrandku Telu Learning Consulting Writer Copywriter Jasa Konsultan Hotel
Life in a village in Bali, Indonesia
Hospitality Consultant Indonesia in Bali Jeffrey Wibisono V. namakubrandku Telu Learning Consulting Writer Copywriter
Ceremony procession in Bali, Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

Naskah juga dipublikasikan di BALI TRAVEL NEWSIHGMAVIRALMEDIA.FUN ;

BISNIS WISATA

Bali “Under Control”, Siap “re- Branding”

SOROGAN

https://sorogan.id/2020/09/06/bali-under-control-siap-rebranding/

Leave a Reply