Aja Nyolong Balung: Bangun Reputasi dengan Karya Otentik

Falsafah Kejujuran dan Kepemimpinan dalam Industri Pariwisata dan Perhotelan

“Aja nyolong balung, ora duwe isin.”
(Jangan mencuri tulang, itu tanda tidak tahu malu.)
— Pitutur Jawa

Dalam budaya Jawa, pitutur ini bukan sekadar larangan harfiah agar kita tidak mencuri benda seperti tulang, tetapi merupakan simbol dari etika tertinggi: jangan mencuri hak dasar, fondasi, ataupun kontribusi orang lain.

“Balung” dalam konteks ini melambangkan inti, pondasi, jerih payah, atau bahkan nama baik seseorang. Artinya, mencuri “balung” bukan hanya soal mencuri barang—tetapi mencuri karya, reputasi, ide, kepercayaan, atau hak orang lain yang menjadi tulang punggung dari keberadaan mereka.

 

Karena hidup yang benar itu bukan soal siapa yang paling cepat sampai, tetapi siapa yang paling pantas dikenang.

Makna Filosofis: Mencuri Balung = Merusak Martabat

Pitutur “Aja nyolong balung” biasanya dilanjutkan dengan kalimat:

“Sak durunge nyolong balung, kudu eling sopo sing nggawé balung kuwi.”
(Sebelum mencuri tulang, ingatlah siapa yang membentuk tulang itu.)

Di sinilah nilai kesadaran batin (eling lan waspada) menjadi sangat penting. Ketika seseorang nyolong balung, ia bukan hanya menghilangkan hak orang lain—ia juga menghilangkan martabatnya sendiri.

Analogi dalam Industri Pariwisata & Perhotelan

1. Mengambil Kredit yang Bukan Milik Kita

Seorang manajer baru mengklaim seluruh peningkatan skor kepuasan tamu sebagai hasil kerjanya, padahal itu hasil program jangka panjang dari pendahulunya. Ia sedang nyolong balung.

2. Plagiarisme Ide

Seseorang mencuri proposal konsep pariwisata rekan kerjanya lalu mengklaim sebagai idenya sendiri. Ini juga bentuk nyolong balung—mencontek fondasi ide yang telah lahir dari jerih payah orang lain.

3. Menghapus Jejak Tim

Dalam banyak hotel dan destinasi, pemimpin yang hanya mempromosikan dirinya tanpa menyebutkan kontribusi tim sesungguhnya telah mencuri “tulang-tulang” yang menyusun keberhasilannya.

Mengapa Ini Relevan?

“Great leaders don’t steal the spotlight—they shine it on others.”

  • Kehormatan dalam budaya kerja hospitality adalah trust.
  • Citra merek dan pelayanan adalah karya kolektif, bukan pertunjukan tunggal.
  • Kredibilitas profesional dibangun dari konsistensi, bukan pencurian intelektual.

Di industri pariwisata dan perhotelan, tamu bukan hanya melihat hasil; mereka merasakan atmosfer. Budaya curang menciptakan energi negatif yang akhirnya mempengaruhi kualitas pelayanan.

Panduan Etis: Bagaimana Menjaga Diri dari “Nyolong Balung”

1. Rawat Kesadaran Moral (Eling lan Waspada)

Sadari bahwa setiap pencapaian adalah hasil kolektif. Tanpa resepsionis yang ramah, chef yang konsisten, atau housekeeper yang detail, ulasan positif tidak akan tercipta.

2. Beri Kredit yang Layak

Mulailah dengan menyebut nama orang yang berjasa dalam presentasi, laporan, atau pertemuan bisnis.

3. Bangun Reputasi dengan Karya Otentik

Ketimbang mencuri ide, belajar mengembangkan konsep yang lahir dari observasi dan pengalaman pribadi.

“Sing sejati ora mung iso nyonto, nanging iso nyipta.” (Yang sejati bukan sekadar meniru, tapi mampu mencipta.)

4. Bersikap Transparan

Libatkan tim dalam proses, dengarkan pendapat mereka, dan jangan menjual hasil kolektif sebagai hasil personal.

Remedi: Jika Pernah “Nyolong Balung”, Apa yang Bisa Dilakukan?

Tak ada kata terlambat untuk kembali ke jalan yang benar. Falsafah Jawa selalu memberi ruang untuk introspeksi dan perbaikan.

a. Ngaku Salah lan Ngalem Liyane (Mengakui dan Memuji Orang Lain)

Sampaikan permohonan maaf dengan rendah hati. Akui kontribusi yang telah Anda ambil secara tidak pantas.

b. Kembalikan Hak Moral

Jika pernah mengklaim hasil kerja tim, kembalikan pengakuan itu di depan forum resmi.

c. Mulai Bangun Karya Sendiri

Ambil langkah-langkah kecil untuk menciptakan sesuatu yang sepenuhnya lahir dari tangan dan pikiran Anda.

Pitutur Luhur Lainnya yang Mendukung

“Aja dumeh, aja adigang, adigung, adiguna.”
Jangan sombong karena kekuasaan, kekuatan, atau kecerdasan. Gunakan itu untuk membangun, bukan menjatuhkan.

“Ngunduh wohing pakarti.”
Apa yang kita tuai berasal dari apa yang kita tanam. Jika kita mencuri, kita menuai kehilangan. Jika kita memberi, kita akan menuai keberkahan.

“Wong jujur iku luwih mulya tinimbang wong pinter nanging curang.”

Solusi Praktis untuk Pelatihan dan Workshop

1. Sesi Refleksi: “Apa Tulangmu?”

Minta peserta menyebutkan apa yang menjadi balung mereka dalam karier: etos kerja, karya, prinsip, atau kredibilitas. Lalu, tanyakan bagaimana mereka akan merasa jika balung itu diambil orang.

2. Simulasi Etika di Dunia Kerja

Berikan studi kasus: siapa yang salah? Bagaimana menyelesaikannya secara etis?

3. Latihan “Kredit yang Layak”

Latih peserta untuk menulis laporan atau presentasi yang mencantumkan kontribusi orang lain secara eksplisit.

4. Kampanye Internal: “Ora Nyolong Balung!”

Buat poster, badge, atau papan apresiasi internal agar budaya menghargai jerih payah kolega semakin mengakar.

Pilih Menjadi Pembangun, Bukan Pencuri

“Aja nganti dadi pemimpin kang mung sugih jeneng, nanging mlarat watak.”
(Jangan jadi pemimpin yang kaya nama tapi miskin watak.)

Industri pariwisata dan perhotelan membutuhkan pemimpin dan pekerja yang punya integritas seteguh tulang. Karena tamu tidak hanya melihat kemewahan, tetapi juga merasakan ketulusan.

Maka dari itu, marilah kita pegang teguh falsafah luhur ini:

“Aja nyolong balung.”
Jangan mencuri fondasi kerja orang lain. Jangan menangguk nama atas jerih payah kolega. Jangan memakai pencapaian yang bukan milik kita.

Karena hidup yang benar itu bukan soal siapa yang paling cepat sampai, tetapi siapa yang paling pantas dikenang.

 

 

Jember, 15 April 2025

Jeffrey Wibisono V.

Praktisi Industri Hospitality dan Konsultan

Leave a Reply