Tenang Itu Pilihan
“Ketika seseorang memilih untuk diam, bukan berarti ia tak mampu berkata.
Saat seseorang memilih untuk tenang, bukan berarti ia tak punya daya melawan.
Dan saat seseorang tampak pasif, bukan berarti ia tidak peduli.”.
Antara Tenang dan Lemah
“Yang lemah: Diam karena takut. Mengalah karena minder. Pasif karena merasa tak berdaya. Yang tenang: Diam karena bijak. Mengalah karena dewasa. Terkesan pasif karena percaya proses.”
Kata-kata itu tersemat di dinding ruang kerja Rama, General Manager Hotel Hastina. Sebuah hotel bintang lima yang berdiri gagah di lereng Gunung Arjuna, menghadap langsung ke hamparan kebun teh dan kabut yang turun setiap pagi. Dengan arsitektur tradisional modern, filosofi pelayanan yang dalam, dan reputasi sebagai tempat healing paling dicari di Jawa Timur, Hotel Hastina menjadi rumah kedua bagi banyak jiwa yang lelah.
Dan Rama adalah jantung ketenangan di tengah riuh dunia hospitality yang penuh tekanan, ambisi, dan dinamika.
.
Rama, Sang GM yang Tak Bersuara Nyaring
Rama bukan tipe General Manager yang senang tampil di banner promosi atau aktif menyapa tamu di Instagram hotel. Ia lebih sering duduk di pantry staf, meminum teh tubruk sambil menyapa bellboy yang baru lulus probation. Setiap pagi, ia menyempatkan waktu menyapa tim housekeeping, melihat apakah mereka tersenyum bukan karena kewajiban, tapi karena merasa dihargai.
Ia dikenal tenang. Terlalu tenang, hingga sebagian kolega menyangka ia tidak cukup tegas.
Tapi diamnya bukan karena takut. Ia tidak reaktif bukan karena tidak peduli. Ia justru percaya pada proses.
“Tenang adalah wujud tertinggi dari kendali diri,” begitu ia pernah berkata pada timnya.
Dalam rapat, ia tidak pernah memotong pembicaraan. Dalam konflik, ia tidak pernah menyudutkan siapapun. Dalam keputusan, ia selalu memberi ruang berpikir.
Di tengah kompetitor yang agresif memainkan harga dan kampanye digital, Rama tetap menjaga harga kamar dengan elegan. “Harga bisa turun. Tapi nilai layanan tak boleh merosot,” katanya dalam salah satu diskusi revenue.
.
Shinta dan Luka yang Dibungkam
Shinta adalah PR muda di Hotel Hastina. Cantik, cerdas, tulisannya indah, dan punya intuisi storytelling yang luar biasa. Tapi seperti kisah tragis dalam pewayangan, ia dijatuhkan bukan oleh musuh, melainkan oleh rekan kerja yang iri: Rahwana, Director of Sales yang menyimpan dendam karena cintanya ditolak.
Fitnah pun tersebar. Foto pribadi dimanipulasi. Narasi dibangun seolah Shinta tidak bermoral.
Shinta hancur. Ia menangis di ruang kerja Rama.
“Kenapa Bapak tidak membelaku secara terbuka? Kenapa diam saat semua menghujatku?”
Rama menatapnya lembut, “Diam karena bijak lebih menyembuhkan daripada membela karena panik. Aku percaya kamu kuat. Aku percaya kebenaran tidak perlu diburu-buru.”
Waktu membuktikan. Setelah proses audit dan penyelidikan internal, terbukti bahwa Shinta tidak bersalah. Rahwana dipindahkan ke posisi non-strategis.
“Saya sempat membenci Bapak… Tapi sekarang saya paham, ketenangan Bapak menyelamatkan saya dari luka yang lebih dalam,” kata Shinta dengan mata berkaca-kaca.
Laksmana dan Ledakan Darah Muda
Laksmana. Ia menjabat sebagai Assistant Front Office Manager. Cepat, cerdas, tapi impulsif. Suatu hari, karena tamu mengeluh soal AC yang rusak, ia marah besar ke teknisi.
Rama memanggilnya.
“Kamu punya energi bagus, Laksmana. Tapi arahkan dengan hati. Mengalah bukan berarti kalah. Mengalah karena dewasa akan menyelamatkan lebih banyak orang daripada menang dengan luka.”
Laksmana belajar menahan nada suara. Mulai mempraktikkan ‘pause before respond’. Dua bulan kemudian, tamu mulai memberikan pujian atas ketenangannya.
“Front office kalian sekarang adem banget. Aku suka,” kata seorang tamu reguler.
.
Hanoman dan Amarah yang Terbakar
Hanoman adalah Banquet Manager. Lincah, jujur, tapi sering terbakar amarah saat dikejar target. Ia pernah berkata, “Mas Rama ini terlalu santai. Dunia hotel ini kejam, bukan panggung pertapaan.”
Namun saat audit mendadak datang dari holding company, semua panik. Tapi Rama tetap tenang. Ia menyambut auditor, membuatkan teh hangat, meminta semua staf duduk, dan berkata:
“Kita diam bukan karena tak punya jawaban. Tapi karena kita percaya bahwa kejujuran akan bicara lebih lantang.”
Audit berjalan lancar. Tidak sempurna, tapi jujur.
Hanoman menghampiri Rama, “Maafkan saya. Saya lupa, ketenangan juga bisa jadi senjata.”
.
Rahwana, Musuh Dalam Selimut
Rahwana adalah bintang penjualan. Tapi terlalu cerdik hingga menjebak dirinya sendiri. Ia manipulatif, menjatuhkan orang lain demi naik. Ia bahkan pernah berkata:
“GM kok nggak bisa gebrak meja?”
Namun performa tim tetap solid. Loyalitas staf meningkat. Revenue tetap stabil. Saat evaluasi tahunan, komisaris berkata:
“Rahwana itu lantang tapi melemahkan. Rama itu tenang tapi menguatkan.”
Rahwana didepak. Rama hanya tersenyum dan berkata:
“Aku tak pernah berperang. Aku hanya menjaga apa yang seharusnya tidak dilukai.”
Shinta Kembali Bersinar
Setahun kemudian, Shinta menjadi PR Manager. Ia ditawari menjadi PR consultant di hotel saingan. Di sana, Rahwana kini bekerja sebagai Sales Manager.
“Pak Rama, saya harus bagaimana?”
“Jangan membalas. Doakan saja dia belajar dari proses.”
Shinta menerima tawaran, tapi memilih jalur profesional. Ia menolak bertemu langsung dengan Rahwana. Saat mengingat kejadian dulu, ia hanya tersenyum.
“Terkesan pasif karena percaya proses.”
.
Menang Tanpa Menangis Kemenangan
Suatu malam, Rama duduk di rooftop lounge. Di sampingnya, Laksmana dan Hanoman tertawa kecil membicarakan booking-an MICE yang membanjir.
“Mas Rama, apakah Mas tidak pernah kesal waktu dijatuhkan diam-diam?” tanya Shinta.
“Aku pernah diam, tapi bukan karena lemah. Aku diam karena tahu, tidak semua harus dibalas dengan suara. Kalau kamu bisa tahan tidak reaktif saat hatimu terbakar, itu tandanya kamu tidak sedang kalah. Tapi sedang memimpin dirimu sendiri.”
.
Hotel dan Jiwa yang Tenang
Hotel Hastina bertahan bukan karena harga murah. Tapi karena atmosfir hangat yang dirawat oleh orang-orang yang memilih diam karena bijak, bukan karena takut.
Rama pensiun di usia 55. Tanpa pesta. Ia hanya meninggalkan satu catatan kecil di whiteboard ruang meeting:
“Tenang bukan berarti lemah. Sama-sama ‘nggak reaktif’, tapi niat dan dampaknya beda jauh.”
.
.
.
Jember, 29 Juni 2025
.
.
#CerpenHotel #WayangJawa #RamaShinta #LeadershipTenang #IndustriPerhotelan #KisahBijak #TenangTapiKuat #CeritaEmosional #RamayanaModern #CerpenBlog