Menang Dalam Kesendirian
“Kadang, kesendirian bukan hukuman. Tapi jalan sunyi tempat keberanian, luka, dan kemenangan tumbuh bersama dalam diam.”
.
Saya Wirasaba.
Bukan raja. Bukan orang besar.
Saya hanya seorang anak kampung yang nekat membawa mimpi jauh dari keramaian.
Ayah saya memberi nama itu dengan harapan saya menjadi pria tangguh.
Wirasaba—seperti namanya, lelaki yang mampu berdiri di medan apa pun, meski tanpa perisai, tanpa bala bantuan.
Saat itu saya tidak tahu. Tapi hidup akhirnya menjelaskan bahwa nama itu bukan harapan… melainkan takdir yang harus saya jalani.
.
Awal yang Sepi
Saya lulus dari politeknik negeri di Jogja, jurusan elektro.
Nilai saya rata-rata. Tidak ada sertifikat kompetisi. Tidak ada jaringan alumni. Tidak punya keluarga berpengaruh. Dan satu lagi: tidak punya niat untuk ikut arus.
Ketika teman-teman seperti Jayengrana dan Andaka sibuk daftar kerja di perusahaan digital, saya malah pulang ke Temanggung.
Ke rumah kayu tua, berdebu, di pinggiran desa lereng Sindoro.
“Sab, serius gak kerja di kota?” tanya Jayengrana suatu siang.
Saya hanya tersenyum dan menunjuk papan tulis penuh coretan: rancangan modul energi surya portable.
Ia tertawa kecil, “Wirasaba, kamu itu seperti nelayan yang berangkat ke laut tanpa perahu.”
Saya paham maksudnya. Tapi saya percaya: kalau kita punya keyakinan dan tekad, mungkin… laut akan memberikan jalan.
.
Merancang dengan Luka
Saya mulai dari nol.
Menggali ulang dasar-dasar arus listrik. Mengunduh jurnal. Menonton video tutorial.
Di pojokan rumah, saya ubah ruang tamu jadi bengkel.
Meja makan jadi meja kerja. Kursi plastik jadi tempat saya menyolder kabel.
Prototype pertama: gagal total.
Baterai meledak kecil saat saya uji.
Prototype kedua: tidak tahan cuaca.
Prototype ketiga: terlalu besar dan berat.
Saya jatuh. Lagi dan lagi.
Tak ada mentor. Tak ada teman diskusi. Tak ada investor.
Yang ada hanya saya, kabel-kabel kusut, dan papan tulis penuh revisi.
Kegagalan itu menyakitkan. Tapi yang lebih menyakitkan adalah…
menanggung semuanya sendirian.
.
Luka yang Tidak Terlihat
Hidup mulai menekan.
Uang hasil kerja paruh waktu habis.
Saya mulai menjual barang pribadi.
Gitar kesayangan. Jam tangan peninggalan ayah. Kamera bekas kuliah.
Makan dengan lauk mie instan dan sambal terasi.
Listrik kadang padam karena tunggakan.
Hujan deras bocor di tiga titik atap rumah.
Kadang saya ingin menyerah.
Tapi ada rasa yang terus menahan saya. Bukan gengsi. Tapi… janji.
Janji pada diri sendiri: satu kali lagi, Saba. Coba lagi.
Suatu malam, saya menelpon Ardipura—sepupu saya yang kuliah di teknik juga.
Saya berharap ada dukungan.
Tapi dia hanya berkata datar,
“Kamu keras kepala, Sab. Dunia itu nggak butuh idealisme, tapi realisme.”
Kalimatnya seperti paku yang tertancap di dinding harapan.
Saya tutup telepon. Tak marah. Tapi sedih.
Karena ternyata, bahkan keluarga pun tak percaya.
Saya benar-benar sendiri.
.
Satu Langkah Lagi
Saya berhenti sebulan penuh.
Hanya diam. Menyapu halaman. Membaca ulang puisi-puisi Chairil Anwar.
Menangis di malam-malam sepi.
Tapi luka itu bukan akhir. Luka itu ternyata adalah ladang.
Dan benih yang saya tanam di ladang itu adalah… tekad.
Saya bangkit.
Prototype keempat. Kelima. Keenam.
Saya tak ingat berapa banyak malam saya begadang dengan tangan gemetar karena kopi instan terlalu sering diseduh.
Hingga akhirnya, tahun keempat, Prototype Ketujuh—saya berhasil.
Ringan. Tahan cuaca. Bisa digunakan hingga 12 jam tanpa sinar matahari.
Saya tahu… ini saatnya dunia melihat.
.
Panggung Kecil, Harapan Besar
Saya ikut expo teknologi rakyat di Jogja.
Booth saya kecil. Hanya meja kayu dengan poster print-out dari warung fotokopi.
Hari pertama? Tak ada yang peduli.
Saya berdiri sendirian. Menjawab sapaan basa-basi.
Makan siang pun saya bawa sendiri—nasi bungkus tempe kering.
Hari kedua, seseorang mampir.
Seorang pria paruh baya dengan mata tajam dan wajah penuh rasa ingin tahu.
Namanya Pak Adaninggar, aktivis listrik desa dari NTT.
Beliau menatap prototype saya. Bertanya detil. Menguji.
Akhirnya beliau bilang:
“Mas Saba, boleh saya bawa satu unit? Saya ingin coba di kampung yang belum punya listrik.”
Saya mengangguk. Setengah berharap. Setengah ragu.
.
Terang Itu Sampai Juga
Sebulan kemudian, pesan singkat masuk:
“Mas Saba, alatnya berhasil. Satu desa di Flores kini terang di malam hari.”
Saya membaca itu berkali-kali. Mata saya basah.
Bukan karena sukses… tapi karena akhirnya, ada yang merasakan dampaknya.
Tak lama, berita menyebar.
Pesanan datang dari berbagai daerah.
Beberapa NGO besar mulai menghubungi saya.
Saya diminta jadi pembicara di TEDx lokal.
Dikenalkan sebagai “anak desa yang membawa cahaya.”
Di panggung itu, saya gemetar. Tapi suara saya jernih:
“Saya, Wirasaba.
Saya memulai sendiri.
Saya gagal sendiri.
Saya menderita sendiri.
Tapi justru kesendirian itulah yang mendewasakan saya.
Dan itulah yang akhirnya membawa saya pada kemenangan.”
Orang-orang bertepuk tangan.
Tapi saya tahu, yang paling berharga dari semua itu adalah…
saya tetap menjadi diri sendiri.
.
Menjadi Jalan Terang Bagi Orang Lain
Kini saya punya tim kecil.
Saya merekrut pemuda-pemuda desa. Maktal dan Sulastri, dua adik angkatan yang saya ajak membangun produksi skala kecil.
Kami tidak kaya.
Tapi kami berkecukupan.
Dan lebih dari itu: kami berguna.
Setiap unit alat yang kami buat, bukan sekadar teknologi.
Tapi harapan.
Saya tak ingin mendadak viral.
Saya ingin tetap seperti ini: diam-diam, bekerja diam-diam, dan memberi terang.
.
Jika Kamu Sedang Sendiri
Untukmu yang sedang sendirian.
Yang sedang mencoba tanpa teman.
Yang jatuh tapi tak ada yang mengulurkan tangan.
Saya pernah di tempat itu.
Saya tahu rasanya lapar bukan hanya di perut, tapi di hati.
Lapar akan pengakuan. Lapar akan dukungan.
Tapi ketahuilah, kesendirian bukanlah tempat paling gelap.
Ia hanya ruang keheningan yang sedang menguatkanmu.
Dan saat kemenangan datang, kau akan menyadari…
kemenangan itu paling indah ketika lahir dari usaha sendiri.
.
“Kau tak perlu ramai untuk berarti, tak perlu disorot untuk bersinar. Kadang, kemenangan terbaik lahir dari diam-diam yang tak pernah berhenti berjalan.”
.
.
.
Jember, 4 Juli 2025
.
.
#Wirasaba #CeritaInspiratif #MotivasiHidup #KisahKesendirian #StartupDesa #PejuangSunyi #TeknologiPedesaan #PencerahanDariDalam #JanganTakutSendiri #KemenanganDiri