Cahaya, Air, dan Keberanian: Etika Profesional dalam Sorotan Pitutur Jawa

Di sebuah lobby hotel yang tenang, seorang tamu asing tampak gelisah karena perubahan jadwal penerbangannya. Seorang petugas layanan mendekat, menyapa dengan bahasa Inggris yang sederhana, namun menyelamatkan situasi dengan senyum tulus dan ketenangan hati. Tak ada keributan, tak ada dramatisasi. Hanya kesigapan yang lembut. Di balik kesederhanaan itu, tersimpan filosofi besar: “Dadiya sumunar sing ora nyulapi” — jadilah terang, tapi jangan menyilaukan. Itulah cahaya sejati dari seorang profesional hospitality sejati.

Dalam industri pariwisata dan perhotelan, filosofi Jawa tidak sekadar romantisme budaya. Ia hidup, bernapas, dan membentuk cara berpikir para profesional: menjadi terang yang membimbing, menjadi air yang menyegarkan, serta menjadi keberanian yang bertanggung jawab.

Bagian 1: Menjadi Cahaya Tanpa Menyilaukan “Dadiya sumunar sing ora nyulapi” bukanlah sekadar ajakan menjadi bersinar. Ini adalah perintah moral agar kehadiran kita memberi arah, bukan dominasi. Di dunia kerja yang kompetitif, banyak orang berusaha tampil, namun lupa menjaga dampaknya pada orang lain.

Seorang manajer hotel yang bijak tak perlu membentak untuk didengar. Cukup dengan keteladanan dan kepekaan, ia memimpin. Inilah esensi dari leadership yang tenang namun berdampak. Bukan siapa yang paling keras suaranya, tapi siapa yang paling menenangkan suasananya.

Quote pendukung: “Be the light that helps others see, not the glare that blinds them.” – Unknown

Bagian 2: Menjadi Air, Bukan Batu Filosofi Jawa mengajarkan: “Dadiya banyu, ojo dadi watu.” Air memiliki keunggulan luar biasa: fleksibel, tenang, dan selalu menemukan jalan. Dalam industri perhotelan yang dinamis, hanya mereka yang lentur yang mampu bertahan.

Seorang profesional hospitality adalah mereka yang siap dengan perubahan. Ketika SOP berubah, ia beradaptasi. Ketika cuaca tak mendukung acara tamu, ia cari solusi, bukan alasan. Air tak bertabrakan dengan batu, tapi mengikisnya perlahan. Luwes bukan berarti lemah. Justru itulah kekuatan sejati.

Kutipan reflektif: “Water is fluid, soft, and yielding. But water will wear away rock… What is soft is strong.” – Lao Tzu

Bagian 3: Keberanian yang Bertanggung Jawab “Yen wani ojo wedi-wedi, yen wedi ojo wani-wani” mengajarkan bahwa keberanian bukan soal tampil heroik, tetapi soal kesiapan menanggung risiko. Dalam dunia kerja, banyak yang berani tampil tapi belum tentu siap menerima tanggung jawab.

Seorang General Manager yang mengambil keputusan strategis harus siap pula menghadapi konsekuensinya. Profesional sejati tidak menyalahkan tim saat target tak tercapai. Ia mengevaluasi, memperbaiki, dan berdiri paling depan saat krisis datang.

Quote pendukung: “Courage is not the absence of fear. It is the decision that something else is more important.” – Ambrose Redmoon

Bagian 4: Etika Kerja yang Berakar dan Bernyawa Dari ketiga filosofi itu, lahirlah prinsip kerja yang bukan hanya teknis, tetapi spiritual:
  • Bersinar untuk membimbing, bukan menyombongkan.
  • Mengalir untuk menyelesaikan, bukan menunda.
  • Berani untuk bertanggung jawab, bukan hanya terlihat kuat.

Hospitality sejati lahir dari rasa, bukan hanya prosedur. Dari kehadiran batin, bukan hanya seragam rapi. Dari sikap, bukan hanya keterampilan.

Tiga filosofi luhur ini bukanlah pepatah usang. Ia adalah panduan kekinian yang membentuk karakter profesional pariwisata dan perhotelan yang lebih anggun, matang, dan bermartabat. Bagi siapa pun yang bekerja melayani, inilah saatnya untuk menyala, mengalir, dan bertanggung jawab — dalam diam yang berdaya, dalam laku yang mulia.

 

Akhir Kata:

Dalam dunia kerja, yang membekas bukan sekadar fasilitas, tetapi sikap. Dan sikap itu bisa diasah melalui cahaya yang hangat, air yang luwes, dan keberanian yang jernih. Karena sejatinya, menjadi profesional adalah tentang memuliakan laku sehari-hari.

Jember 14 Mei 2025

 

Leave a Reply