Dilematis Lulusan SMK sebagai SDM Pariwisata Mudah dan Murah
BAGAIMANA KUALITAS SDM LULUSAN SMK PARIWISATA di KOTA BANDUNG?
APAKAH SISTIM ADOPSI OLEH HOTEL PENYERAP TENAGA KERJA HARUS SEGERA DILAKSANAKAN?
Esai oleh Jeffrey Wibisono V.
Seperti kita ketahui pemerintah semakin gencar dalam meningkatkan target kunjungan Wisatawan Manca Negara (wisman) ke Indonesia. Ditahun 2019 nanti pemerintah mentargetkan sebanyak 20 juta wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia. Sedangkan Jawa Barat sendiri mentargetkan kunjungan tiga (3) juta wisman dari target keseluruhan 20 juta wisman. Suatu target yang optimis dan menggembirakan dan harus didukung sepenuhnya oleh setiap pihak terutama para pekerja pariwisata atau sumber daya manusia (SDM) pariwisata itu sendiri. Pemerintah menganggap bahwa pariwisata mampu membuka lapangan kerja yang murah dan mudah. Tetapi kita harus ingat bahwa bisnis pariwisata dalam hal ini perhotelan sebenarnya adalah sebuah bisnis yang kompleks dan multi dimensi. SDM pariwisata dalam hal ini perhotelan menuntut kriteria yang lebih rumit dibandingkan lulusan SMK lainnya. Misalnya saja harus mengerti dasar sosio kultur bangsa-bangsa, psikologi pelayanan dan berkomunikasi dalam bahasa asing yang baik minimum bahasa Inggris. Untuk bahasa asing dapat dipastikan bahwa pengetahuan dan latihan yang didapatkan disekolah sangat kurang memadai. Sedangkan biaya untuk kursus bahasa Inggris tidak murah bagi kebanyakan orang.
Lalu muncul pertanyaan, seberapa mumpunikah SDM SMK Pariwisata khususnya di Bandung?
Apakah SMK pariwisata kita sudah mampu melahirkan para pekerja pariwisata siap pakai dan mumpuni sesuai dengan standard internasional, karena disini kita berbicara tentang wisatawan mancanegara.
Secara nasional penguatan pendidikan kejuruan merupakan satu hal yang diprioritaskan pemerintahan Joko Widodo. Pasalnya pendidikan kejuruan dianggap mampu menghasilkan tenaga kerja yang terdidik dan terampil, sehingga mempunyai nilai plus sebagai SDM yang siap pakai dan mumpuni. Muncul pertanyaan, seberapa mumpuni kah lulusan SMK Pariwisata kita?
Sebagai pemerhati industri pariwisata dan penulis buku Hotelier Stories, saya tergelitik untuk memberi masukan tentang seberapa mumpuni kah SDM Pariwisata lulusan SMK kita? Sebagai mantan General Hotel bintang 4 di Bali penulis mendapat pengalaman berharga bagaimana pihak hotel harus bekerja extra sabar dan extra keras dalam memberi pelatihan dan supervisi kepada para lulusan SMK Pariwisata supaya mereka bisa menyetarakan diri dengan standard operasional hotel berbintang.
Sepengetahuan penulis, Bali saja yang adalah tolok ukur SDM pariwisata nasional, masih memiliki banyak kekurangan disana sini. Dalam hal ini soal SDM lulusan SMK. Kekurangan disana sini, terutama SDM pariwisata dirasa belum mencapai standard internasional.
Sementara itu Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) sedang dalam proses penandatanganan MOU kerjasama Asosiasi General Manager antara ketua DPD IHGMA dengan kepala sekolah SMK di seluruh Indonesia. IHGMA tidak merekomendasikan MOU antara General Manager secara perseorangan dengan SMK yang mengacu kepada one GM one SMK. IHGMA hanya merekomendasikan kesepakatan asosiasi dengan institusi sekolah bertajuk “IHGMA Mentorship Program for SMK” dengan format MOU IHGMA – SMK yang sudah dibentuk. Asosiasi GM ini akan menunjuk / menugaskan GM yang sudah bersertifikasi dosen vokasi untuk bertugas di SMK tersebut.
Seperti diutarakan oleh pak Wishnu Handoko selaku ketua Umum IHGMA, bahwa point diatas ini menunjukkan totalitas keseriusan IHGMA di seluruh Indonesia dalam program pembinaan SMK dengan menerjunkan beberapa GM di setiap SMK, dan ini ditambahkan oleh Ketua Umum IHGMA program ini tidak hanya 1 GM, tapi semua potensi GM dari IHGMA akan dilibatkan dalam program mentorship ini.
Ketua Umum IHGMA menekankan “You want one GM, we give you all”.
Dalam MOU dijelaskan juga bahwa IHGMA terlibat untuk mendidik para guru SMK baik di sekolah maupun pada saat training di hotel hotel yang tergabung di IHGMA bukan hanya sebatas para GM memberikan kuliah kepada murid di sekolah SMK tersebut tetapi juga mentranfer pengetahuan dan pengalamannya para GM kepada guru-guru SMK. Yang nantinya para guru SMK bisa lebih updated dengan perkembangan terbaru di Industri Perhotelan dan Hospitality.
Sistem adopsi sekolah ini dimaksudkan untuk menjadi terobosan untuk mendongkrak kualitas kompetensi kebutuhan SDM hotel dari lulusan SMK dan setara. Menurut penulis, Kekurangan yang paling utama yang penulis perhatikan adalah dalam penguasaan bahasa Inggris dan masalah grooming sesuai standard hotel internasional juga code of conduct yang bisa diterjemahkan sebagai tata cara membawa diri. Hal-hal yang nampaknya sepele dan kecil seperti apakah staff tersenyum menatap tamu dan memberikan salam ketika berpapasan ?. Apakah waiter atau waitress di restoran memberi atensi kepada tamu dan tidak mengobrol dengan sesama waiter.
Secara nasional kita memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar untuk mengejar SDM yang kompeten terutama di tingkat staff rank & file seperti waitress, housekeeping attendant.
Secara nasional lulusan SMK Pariwisata tercatat sebanyak 82.171 orang apabila kita mengutip dari pernyataan Direktur SMK Mustaghfirin Amin. Sangat jauh dibandingkan kebutuhan nasional sebanyak 707.600 orang. Jadi masih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengisi kekosongan.
Kota Bandung sendiri memiliki paling tidak 10 SMK Pariwisata negeri dan swasta, dan ada 11 hotel berbintang lima.
Lalu bagaimana dengan kualitas lulusan SMK Bandung?
Dalam hal ini Bandung Hotel Association sebaiknya melakukan hal yang sama dalam waktu dekat ini. Semoga ini menjadi terobosan yang tepat dan cepat untuk menghasilkan SDM lulusan SMK Pariwisata yang mumpuni dan berstandard internasional.
Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku
Hospitality Consultant Indonesia in Bali – Telu Learning Consulting – Commercial Writer Copywriter – Jasa Konsultan Hotel