SDM 10 BALI BARU

SDM seperti  apa yang diperlukan bisnis pariwisata ?

Esai oleh Jeffrey Wibisono V.

Pada tahun 2019 nanti pemerintah  mentargetkan kunjungan wisatawan manca Negara sebanyak 20 juta orang. Suatu target yang optimis dan menggembirakan dan harus didukung sepenuhnya oleh setiap pihak terutama para pekerja pariwisata atau Sumber Daya Manusia (SDM) pariwisata itu sendiri.

 

Presiden Joko Widodo ingin pemerintah fokus membangun sumber daya manusia  di 2018. Hal  ini disampaikan Jokowi saat membuka rapat paripurna di Istana Negara Maret 2018 lalu.

“Saya ingin pada 2018 kita memberikan perhatian kepada peningkatan investasi SDM, sumber daya manusia. Jumlah penduduk Indonesia ada 250 juta. Sebanyak 60 persen diantaranya adalah anak anak muda. Pariwisata dijadikan leading sector . Ini kabar gembira dan seluruh kementrian lainnya wajib mendukung.”

 

Kementrian Pariwisata dan Kementrian  Tenaga Kerja diminta untuk bekerjasama erat untuk saling mendukung wacana Presiden Joko Widodo.

 

Seperti kita ketahui bahwa Kementrian Pariwisata telah menyusun cetak biru sektor pariwisata yang di dalamnya ada 88 kawasan strategis pariwisata nasional yang tersebar di seluruh provinsi . Fokusnya secara tradisional masih di Bali, Yogyakarta dan Batam Kepulauan Riau, karena tiga daerah itu menyumbang 90 persen devisa dari sektor pariwisata. Menteri pariwisata Arief Yahya mengatakan “Untuk Indonesia, pariwisata sebagai penyumbang PDB, Devisa dan lapangan kerja yang paling mudah dan murah”

 

Yang menarik dan sedikit membingungkan adalah apa yang disampaikan oleh Menaker Hanif Dhakiri mengungkapkan 58 persen dari 133 juta jumlah angkatan kerja saat ini berasal dari lulusan SMP. Sedangkan pariwisata dalam ini bisnis perhotelan hanya akan menerima staff minimal lulusan SMK khususnya pariwisata.  Jadi akan dibawa kemanakah para lulusan SMP itu? Jika dipaksakan, bagaimanakah cara men-training mereka? Seperti kita ketahui SMK adalah pendidikan jalur cepat kejuruan siap pakai. Mata pelajarannya fokus pada keterampilan dan praktek kerja magang sebagai trainee. Mereka mendapat teori yang sedikit. Jadi biasanya hotel yang menerima trainee SMK harus extra keras dalam memberikan supervisi supaya mereka bisa menyetarakan diri dengan standard operasional hotel berbintang.

 

Sebagai praktisi hotel yang sudah malang melintang selama 30 tahun , sempat bekerja di divisi sales marketing hotel hotel bintang 5  hingga General Manager hotel bintang 4,  pengalaman saya selama tiga dekade itu saya tulis dalam sebuah   buku berjudul Hotelier Stories. Pernyataan bapak presiden menggelitik hati saya dan membuat saya bertanya pada diri saya bagaimana sesungguhnya wajah SDM pariwisata kita terutama perhotelan. APAKAH MUDAH DAN MURAH   itu akan mampu menghasilkan SDM yang mumpuni mengingat hotel adalah sebuah  bisnis yang menuntut sebuah performa yang tinggi dibandingkan misalnya buruh pabrik. Yang kebanyakan pekerjanya masih dibayar dengan bayaran UMK yang sama . Memang ada sedikit pendapatan tambahan bagi staff hotel melalui  persentase service charge  walaupun tidak banyak mengingat staff rank & file adalah pekerja dengan sistem kontrak yang Kesepakatan Kerja dengan Waktu Tertentu-nya masa berlaku minimum 1 tahun. Dibisnis perhotelan, staff   rank & file seperti waitress dan housekeeping attentand  saja sudah dituntut untuk bisa berbahasa inggris yang baik dan benar dan mengerti grooming.

 

Hotelier legendaries Kurt Wachtveitl, mantan General Manager hotel The Mandarin Oriental Bangkok selalu mengatakan quote yang akan selalu diingat dan terngiang-ngiang di telinga  para hotelier sejati. “In our business we have acquired Germanic efficiency without losing our natural warmth. Adalah impian setiap hotelier untuk bisa bekerja dibawah Kurt Wachtveitl barang sebulan dua bulan untuk belajar dan mencuri ilmunya. Kurt adalah Warren Buffett-nya dunia perhotelan. Kalau  kita mencoba menterjemahkan secara gamblang quote diatas maka akan begini bunyinya “Dalam bisnis kita harus menerapkan efisiensi orang Jerman tetapi pada saat yang sama kita harus mempertahankan ke ramah tamahan kita yang natural”

 

Lalu bisakah kita mencapai efisiensi dan hasil seperti yang diharapkan Kurt Wachtveitl dengan memperkerjakan SDM yang mudah dan murah?  Seperti kita ketahui bahwa bila dikatakan pekerja yang murah  maka harapan kita tentunya bertumpu pada para lulusan SMK Pariwisata yang sudah tersebar di beberapa provinsi.

Lalu akan muncul pertanyaan seberapa mumpuni kah sudah lulusan SMK Pariwisata kita , bisakah mereka menjadi SDM yang handal?

 

Berdasarkan pengalaman penulis yang lama bekerja di Bali. Bali saja yang menjadi tolak ukur SDM tingkat internasional karena disini  kita bicara tentang wisatawan mancanegara. Ada beberapa hal yang masih kedodoran dan menjadi pekerjaan rumah yang besar. Kesenjangan itu nyata terlihat jika kita membandingkan skill dan attitude para pekerja hotel bintang 4 dan 5 dibandingkan dengan hotel bintang tiga  kebawah. Hotel hotel chain internasional berbintang 5 biasanya tidak memiliki masalah, tetapi ada juga hotel bintang 5 non chain internasional yang bahasa Inggris staffnya masih pas-pasan dan belum mempunyai kemampuan diplomasi.

 

Hal yang paling utama adalah masalah berbahasa Inggris dengan baik dan benar. Kebanyakan  lulusan SMK Pariwisata belum bisa berbahasa Inggris dengan baik dan benar sesuai dengan ekspektasi hotel berbintang. Nah kalau di Bali saja yang merupakan tolok ukur SDM pariwisata masih bermasalah, lalu bagaimana dengan di pulau-pulau sana yang sedang dikembangkan dengan sebutan 10 Bali baru?

 

Pihak hotel di Bali biasanya tidak ingin mengeluarkan uang extra untuk memberi kursus bahasa inggris kepada karyawannya yang notabene bekerja dengan ikatan KKWT. Karena banyak kejadian setelah pintar berbahasa Inggris mereka akan pindah ke hotel yang lain. Lalu bagaimana jalan keluarnya? Ini menjadi pekerjaan rumah Kementrian Pariwisata dan Kementrian Tenaga Kerja tentunya dalam menghasilkan SDM pariwisata yang mumpuni. Terutama penguasaan bahasa Inggris verbal untuk front liner staff. Lebih baik lagi jika para staff back office seperti reservation dan e-commerce dan digital marketing juga bisa menguasai grammar bahasa Inggris yang baik

 

Hal yang lain yang penulis harapkan  adalah alangkah bijak jika Kementrian Pariwisata dan Kementrian Tenaga Kerja membuka pelatihan grooming untuk para pekerja hotel untuk memperkuat SDM. Karena biasanya pihak hotel tidak ingin mengeluarkan uang extra untuk pelatihan. Bisa dimengerti karena biasanya para pekerja akan pindah ke lain hotel ketika merasa mereka sudah semakin pintar dan mempunyai nilai lebih.

 

Hal-hal yang paling gampang dilihat dalam kehidupan hotel sehari-hari adalah masalah grooming, tata cara membawa diri. Hal yang sederhana saja seperti Sudahkah memberi salam kepada tamu ketika berpapasan?

Kenapa para waiter dan waitress mengobrol di restoran dan tidak memperhatikan kebutuhan tamu?

Kenapa staff hotel memaksakan diri masuk lift bersama para tamu hotel padahal sudah jelas peraturannya, bahwa mereka tidak boleh menggunakan fasilitas untuk tamu dengan fleksibilitas sesuai peraturan perusahaan.

Apabila ada tamu di dalam lift yang terbuka, staff tidak boleh ikut masuk ke dalamnya.

 

Jika Bali saja yang menjadi tolak ukur pariwisata kita masih kedodoran dalam hal rekrutmen SDM yang skillfull  dan wellgroomed sesuai jenjang karir dan kualifikasi jabatan yang disandang, yaitu dari Rank & File, Supervisor sampai Manager, bagaimana dengan destinasi lainnya yang sedang dikembangkan dengan sebutan 10 Bali baru?

 

Seperti kita ketahui di  industri hospitality paket kompeten dan kompetensi pekerjanya sangat komplek karena berhubungan dengan bisnis emosi manusia lainnya terutama tamu-tamu hotel, dan solusi yang dibuat harus tepat waktu.

SDM hotel harus mengerti psikologi pelayanan, komunikasi sampai bahasa untuk bisa memberikan pelayanan yang terbaik.

Secara psikologis pemetaan parameter kepuasaan tamu adalah abstrak. Sebagai contoh untuk wisatawan backpacker mungkin hanya perlu standar akomodasi yang aman dan bersih. Tetapi untuk kelas wisatawan luxury memerlukan banyak hal yang  harus disediakan untuk mendapat nilai excellent.

Tentu pertanyaannya adalah, SDM sekelas apa yang ingin kita miliki untuk mencapai target kunjungan wisman yang tiap tahun target nya semakin tinggi sesuai permintaan Bapak Jokowi? Apakah pemerintah bersedia menfasilitasi pelatihan bahasa dan membuka grooming school untuk SDM pariwisata terutama untuk para pekerja hotel bintang 4 ke bawah? Bukankah seperti setiap hotelier, kita ingin mencapai quote hotelier legendaries Kurt Wachtveitl?

 

 

Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali – Telu Learning Consulting – Commercial Writer Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

Leave a Reply