Malam Memilih Temaram, Aku Menyongsong Siang

Malam,
Kau duduk di hadapanku
Pada satu lembayung senja yang perlahan redup
Menatapku diam
Menghitung detik, menit, dan kenangan selama bersamaku

Dan aku berbisik lirih,
Malam…
Aku tahu, kau bukan untuk selamanya
Kau hanya persinggahan rasa
Dan kini waktumu telah tiba
Untuk pergi—meninggalkan aku
Menuju temaram yang menjadi takdirmu

Langkahkan kakimu,
Terbanglah…
Kejar gelapmu,
Lepaskan aku dalam sunyi yang akan kurangkul
Tak usah kau hiraukan lagi tindakanku setelah ini

Karena aku,
Akan lara
Akan merana
Namun pada waktunya, aku juga akan bahagia

Jangan kembali mencari tahu kabarku
Sebab itu hanya akan melukai hatimu
Dan mencederai temaram yang kini bersamamu
Jangan berkirim pesan
Biarkan aku belajar melepaskan

Malam…
Setiap senja yang kembali hadir
Membawa bayangan tentang kita
Menyusup di sela kesibukan hariku
Mengganggu rindu yang sudah kutelan bulat-bulat

Aku mendesah…
Menatap gelapmu
Menerawang di antara peluh dan kenangan
Yang terus meronta
Lara
Sunyi
Sendiri

Namun, seperti janji waktu yang tak pernah ingkar
Tibalah akhirnya masa yang kutunggu
Setelah dua belas purnama berlalu
Siang datang menyongsong terangku
Menyinari luka
Menghangatkan hati yang hampir beku

Dan aku berdiri
Menggenggam cahaya
Menyambut benderang tanpa bayangmu

Malam…
Maafkan aku
Karena kini aku mampu melupakanmu
Meninggalkanmu
Untuk hidup dalam siang
Tersenyum,
Tertawa,
Dan ceria bersama benderangku

.

.

.

Bali, 20 Agustus 2012

Jeffrey Wibisono V.

Leave a Reply