“Diam bukan berarti kalah. Ia hanya menunda, sampai waktunya tiba untuk menjawab dengan bukti.” . Langit Jakarta siang itu seperti
“Yang tak terucap sering lebih berisik daripada kata-kata. Dengarkan yang diam, sentuh yang tak kelihatan.” . Pagi itu, kota masih
“Keberanian tidak selalu berteriak. Kadang ia hanya duduk tenang dan berkata dalam hati: ‘Aku memilih waras.’” . Malam turun di
“Waktu tak bisa kembali, tapi selalu bisa dibereskan—jika kita tega merapikan hati sendiri.” .Pagi di Jakarta bukan sekadar waktu, melainkan
“Hidup tidak dimulai dari yang hilang, melainkan dari keberanian menatap yang akan datang.” . Pagi di Hotel Astana terbentuk dari
“Tangga kehidupan bukan hanya untuk naik lebih tinggi dari orang lain, melainkan untuk melihat lebih jauh, agar kita tahu bagaimana