Prospek Industri Perhotelan 2021
Sejak penutupan lintas batas diberlakukan pada triwulan ke-2 tahun 2020, sesuai kesepakatan para kepala negara di seluruh dunia, maka destinasi pariwisata dan perhotelan yang hidupnya sangat tergantung kepada wisatawan mancanegara terpuruk. Bisnis pariwisata, perhotelan dan sektor industri pendukungnya sudah tiarap. Tiga (3) diantaranya adalah Bali di Indonesia, Penang di Malaysia dan Phuket di Thailand.
2020 adalah Tahun Terburuk dalam Sejarah Pariwisata dengan total Kedatangan Internasional orang pada angka satu (1) Miliar Lebih Sedikit. Demikian siaran berita resmi Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) pada 28 Januari 2021.
Di dalam informasi yang diberikan, termasuk strategi kalkulatif terhadap prospek pemulihan pariwisata dunia. Kita semua masih diminta waspada.
Dari hasil Survei Panel Ahli UNWTO yang terbaru, data menunjukkan perkiraan beragam untuk tahun 2021. Hampir setengah responden (45%) memperkirakan prospek yang lebih baik untuk tahun 2021 dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara 25% mengharapkan kinerja yang sama dengan 2020 dan 30% memperkirakan performa memburuk pada tahun 2021. Maka dapat diartikan Prospek keseluruhan rebound pada 2021 tampaknya memburuk
Saat ini 50% dari responden memperkirakan rebound hanya akan terjadi pada 2022, meskipun di bawah ekspektasi yang ditunjukkan dalam survei Oktober 2020 (79% memperkirakan pemulihan pada 2021). Namun, separuh responden lainnya masih melihat potensi rebound di tahun 2021.
Kelak ketika pariwisata restart, para Ahli UNWTO meramalkan pertumbuhan kebutuhan akan kegiatan di alam terbuka dan pariwisata dengan kegiatan wisata-alam. Destinasi domestik dan tuntutan akan pengalaman perjalanan “slow travel” akan semakin diminati.
Melihat lebih jauh ke depan, kebanyakan ahli tidak melihat kembalinya bisnis pariwisata ke tingkat pra-pandemi terjadi sebelum 2023. Faktanya, 43% responden menunjuk ke 2023, sedangkan 41% mengkalkulasi untuk bisnis balik ke performa 2019 hanya akan terjadi pada tahun 2024 atau bahkan lebih lama lagi. Lalu UNWTO menyampaikan skenario untuk 2021-2024, indikasinya menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu dua setengah hingga empat tahun untuk kembali ke level 2019 bagi pariwisata internasional .
Bagaimana dengan Indonesia?
Dalam beberapa sesi diskusi bersama praktisi perhotelan di Bali pada triwulan ke-4 tahun 2020, saya menyampaikan kepada teman-teman praktisi perhotelan supaya langsung membuat tiga (3) versi Annual Financial Budget untuk implementasi 2021. Dengan tujuan tidak kemudian bolak-balik melakukan budget meeting yang akan berpacu dengan waktu sambli terus berupaya menyehatkan keuangan perusahaan. Pada saat itu yang kita punya hanya harapan, dengan perhitungan vaksinasi hanya akan didistribusikan ke masyarakat pada triwulan ke-2 tahun 2021.
Yang saya paparkan pada sekitar bulan Oktober 2020 waktu itu adalah Versi 1, optimis 2021 adalah skenario recovery plan. Versi 2, half-half yaitu semester pertama masih dalam masa pandemi COVID-19 dan Juli 2021 sudah masuk recovery plan dan pada bulan Oktober 2021 masuk ke euforia traveler, demand tinggi harga promo. Akhirnya versi ke-3 adalah pesimis, 2021 sepanjang tahun adalah masih masa pandemi global. Ke-3 versi ini untuk validasi penentuan jumlah pekerja yang harus dikerjakan secara cermat, sebab ini menjadi bagian fixed cost. Sekali perusahaan membuat keputusan merekrut pekerja sudah tidak bisa mundur lagi.
Baiklah past is past, masa lalu biarkan menjadi sejarah dan bahan acuan pelajaran kita. Indonesia maju dan mari fokus ke bagaimana cara bertahan di 2021 dan selanjutnya termasuk peduli dengan pengembangannya.
Ada sajian riset menarik yang hendak saya sampaikan berikut ini yaitu Road To Recovery: The 3 Scenarios. Skenario disajikan oleh Yuswohady bersama Timnya dari Invent.ure dalam presentasi mereka yang berjudul Hotel Industry Outlook 2021.
Memperhatikan Skenario Optimist, tertera dalam prediksi dengan ketergantungan vaksin pada Q1 (baca kuartal ke-1) 2021, maka Rebound pangsa pasar Domestik adalah pada Q3 dan untuk Regional Outbound Rebound pada Q2 tahun 2022.
Kemudian pada catatan Moderate, diperhitungkan ketersediaan vaksin pada Q2, dan sentimen positve pasar baru pada akhir tahun 2021 atau Q4. Dari prediksi ini, maka terjadi pergeseran perlamlambatan Domestic Tourism Rebound baru akan terjadi pada Q1 di tahun 2022.
Akhirnya pada Skenario Pesimist, dirancangkan apabila ketersediaan vaksin baru terjadi pada Q3 tahun 2021. Maka, resesi ekonomi berkepanjangan akan terjadi disebabkan oleh agenda-agenda PSBB, PKPM dan Lockdown sepanjang 2021. Dengan logika kalkulasi ini, sentimen positif pasar diperkirakan akan terjadi pada Q1 – 2022. Barulah Q2 tahun 2022, pangsa pasar wisatawan domestik akan bergerak.
Saya pikir dari forecast-forecast yang dipaparkan para ahli seluruh dunia, dengan referensi data yang disampaikan, ada kemiripan wacana di semua negara di seluruh dunia.
Lalu, pada bulan Desember 2020, di Inggris diumumkan telah ditemukan virus varian baru?
Bagaimana dunia akan mengatasinya?
Mari kita tunggu sampai bulan Maret mendatang. Semoga virus yang di sana aman terkendali dengan lockdown yang tidak memungkinkan virus-nya untuk traveling.
Apa solusi untuk menghadapi dan menjalani hari-hari ini untuk bisa mencapai titik rebound nanti?
Kalau saya mikirnya itulah mengapa kita perlu menyesuaikan diri kembali – fokus pada sumber kekuatan produk lokal/domestik – baik pasar maupun untuk konsumsi.
Akhir kata, please stay healthy and keeping ourselves beautiful!
Bali, 31 Januari 2021
Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku
Praktisi Pariwisata Indonesia di Bali
Hospitality Consultant Indonesia in Bali – Telu Learning Consulting – Digimakz Digital Marketing – Copywriter – Jasa Konsultan Hotel
Artikel juga tayang di