Teh Jahe dan Seprai yang Terlupa
“Etika itu seperti udara: tak kasatmata, tapi tanpanya, kita akan mati pelan-pelan.”
.
Kota ini, kalau malam, seperti gadis berdandan penuh lampu. Dari ketinggian, semua tampak gemerlap. Tapi turunlah ke bawah, di antara aroma gorengan trotoar dan suara knalpot yang memekakkan, maka kamu akan tahu: kota bukan hanya tentang lampu, tapi tentang siapa yang tetap menyala bahkan ketika listrik padam.
Di tengah pusaran gedung pencakar langit dan plang-plang elektronik, berdirilah Hotel Gading Wulung. Dari luar tampak dingin: kaca semua, besi dan beton. Tapi di dalam, setiap detailnya seperti dirancang untuk membuat siapa pun merasa pulang. Dan di antara semua sistem, mesin, prosedur, dan pelayanan lima bintang itu, ada satu sosok yang tidak pernah dimasukkan dalam presentasi marketing, tapi justru menjadi alasan para tamu kembali.
Namanya Panji. Orang-orang mengenalnya sebagai Kepala Operasi. Tapi semua staf, dari sopir shuttle sampai chief engineer, tahu bahwa dia lebih dari sekadar jabatan. Panji bukan petinggi yang suka duduk rapat. Ia lebih suka berdiri di pinggir lobi, atau berjalan dari dapur ke linen room, hanya untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Tidak hanya untuk tamu. Tapi juga untuk orang-orang yang bekerja untuk mereka.
.
Lelaki yang Datang Sebelum Matahari
Panji biasa datang sebelum matahari naik. Ia suka duduk di kursi dekat pintu masuk samping, minum teh jahe, mengamati langit yang perlahan berubah warna. Setiap pagi, wajahnya yang tenang menyambut staf yang datang: satu-satu, dengan nama, dengan perhatian.
“Selamat pagi, Kelik. Ibunya bagaimana? Masih terapi?” “Pagi, Tiwi. Anakmu kemarin ikut lomba gambar, ya?”
Ia tidak mencatat semua itu di komputer. Tapi ia ingat. Karena baginya, pekerjaan bukan hanya soal performa, melainkan pengakuan akan kemanusiaan.
Suatu pagi, ia menemukan Mamat, satpam shift malam, tertidur di ruang CCTV. Banyak orang akan langsung marah. Tapi Panji menaruh satu termos kopi di meja, menepuk bahu Mamat.
“Kadang, tubuh minta istirahat. Tapi ingat, tamu bisa kehilangan rasa aman kalau kamu kehilangan kesadaran.”
Mamat bangun dengan mata berkaca-kaca. Bukan karena malu, tapi karena tahu dirinya tidak langsung dihakimi..
.
Seprai yang Lupa Diganti
Malam itu hujan. Tamu dari Tokyo mengeluh karena seprai kamarnya tercium parfum asing. Panji menerima laporan jam 23.07. Tidak semua masalah perlu ditangani langsung oleh kepala operasi, tapi Panji tetap datang.
Di laundry, ia menemukan Lila. Usianya 19 tahun, baru dua bulan kerja. Tangannya gemetar.
“Saya pikir itu sudah diganti, Pak. Saya lihat checklist-nya. Tapi… mungkin salah kamar.”
Panji tidak mengangkat suara. Ia hanya menatap Lila, lalu berkata:
“Besok, kamu ikut saya muter. Kita mulai dari kamar yang kosong, sampai kamu hafal setiap detailnya. Dan malam ini, kamu yang antar seprai baru ke kamar tamu. Tapi jangan takut. Saya yang temani.”
Tamu itu akhirnya tersenyum saat Panji sendiri yang membawakan seprai baru. Keesokan paginya, ia menulis review positif: “The hotel is great, but the people are greater.”
Lila? Dua tahun kemudian, ia jadi koordinator floor termuda.
.
Tawaran dari Selatan
Suatu hari, Panji menerima tawaran menjadi GM di Bali. Hotel baru. Fasilitas gila-gilaan. Bahkan diberikan rumah dengan pemandangan laut.
Ia menatap surat tawaran itu lama. Tidak langsung ditolak. Tidak langsung diterima. Ia datang lebih pagi esok harinya, menyusuri koridor, menyapa semua staf seperti biasa. Tapi langkahnya sedikit lebih lambat.
Di pantry, ia mendengar Ucup, anak kitchen trainee, berbicara ke rekan kerjanya.
“Kalau Pak Panji keluar, aku kayak anak kehilangan bapak.”
Panji tersenyum. Ia menyimpan surat itu di laci dan tak pernah membalasnya.
“Ada pekerjaan yang digaji dengan uang. Tapi ada yang dibayar dengan makna. Dan itu tidak bisa dibelikan mobil.”
.
Audit dan Angka-angka yang Ganjil
Audit tahunan datang lebih cepat dari jadwal. Panik muncul dari semua divisi. Ada selisih di stok wine. Jumlah di gudang tak cocok dengan laporan digital.
Seorang supervisor menyarankan mengubah data. “Biar rapi, Pak. Toh cuma beda lima botol.”
Panji menatap grafik dengan pelan. Lalu menulis di bagian akhir laporan:
“Kami mohon maaf atas kesalahan pencatatan. Tidak ada pencurian, hanya kelalaian. Kami akan memperbaiki prosedur. Tapi tidak akan memoles kenyataan.”
Tim audit mencatatnya sebagai pelanggaran ringan, tapi juga mencatat integritas yang langka. Sebulan kemudian, hotel itu menjadi referensi untuk pelatihan etika kerja.
.
Buku Saku Panji
Panji tidak pernah suka sorotan. Tapi saat ia pensiun, semua staf dari berbagai divisi berkumpul. Mereka menulis sebuah buku kecil, berjudul “10 Etika Panji”.
Isinya bukan teori, bukan kutipan manajemen. Tapi kebiasaan-kebiasaan kecil yang ditiru dari Panji:
- Datang sebelum diminta.
- Bicara secukupnya, mendengar sebanyak-banyaknya.
- Jangan memotong pembicaraan, kecuali untuk menolong.
- Jangan mengumbar kesalahan orang lain.
- Jangan cari pujian, cari yang bisa diperbaiki.
- Tahu kapan harus maju, tahu kapan harus mundur.
- Kalau tidak tahu, katakan tidak tahu.
- Kalau salah, bilang maaf dulu, cari alasan belakangan.
- Jangan mempersulit orang jujur.
- Pekerjaan terbaik adalah yang membuat orang lain tumbuh.
.
Epilog
Tahun berganti. Rumi, yang dulu resepsionis pemalu, kini jadi manager guest experience. Setiap ada tamu tetap yang datang, pertanyaan yang muncul selalu sama:
“Apa masih ada bapak tua yang suka senyum dari pintu itu? Yang tangannya kasar tapi sapanya lembut?”
Di dekat lift, tergantung satu bingkai kecil. Foto Panji, bukan sedang menerima penghargaan. Tapi sedang memegang selang bocor sambil tersenyum pada anak cleaning service.
Di hotel itu, etika bukan sekadar kebijakan. Tapi napas. Dan Panji, adalah orang yang pertama kali mengajarkan bahwa kita bisa tetap berjalan di tengah dunia yang tergesa-gesa, tanpa kehilangan arah, tanpa harus berteriak, tanpa harus tampil paling terang, untuk tetap menjadi cahaya.
Panji. Nama yang mungkin tidak dicetak di brosur. Tapi selalu terpatri di hati siapa pun yang pernah melihatnya bekerja.
.
.
.
Jember, 26 Agustus 2025
.
.
#CerpenKompasMinggu #KisahEtikaKerja #PanjiHotel #CeritaInspiratif #BudayaKerja #KepemimpinanEtis