urban Indonesia

Bab-Bab Terbaik Masih Ditulis

“Hidup ini bukan perlombaan menutup bab, melainkan keberanian membuka halaman berikutnya—meski tangan masih gemetar oleh halaman yang barusan kita lewati.”

Cerpen urban yang mengharubiru tentang Warung Urup: komunitas kecil yang menyalakan kota dengan empati, kolaborasi, dan kebiasaan belajar—penuh harap dan kejujuran.

Api Kecil di Bawah Beringin

“Bukan yang paling kuat yang bertahan, melainkan yang paling lentur; seperti air yang mencari celah, hati yang memilih empati, dan

Cerpen urban bergaya Kompas Minggu: perjuangan Amir di hotel butik, pitutur Jawa, dan “Small Joys” yang mengubah kota menjadi rumah bagi siapa pun yang singgah.

Kota Tanpa Jendela

“Jangan remehkan langkah kecil yang kita ulangi dengan cinta; di sanalah takdir diam-diam mengukir arah.” . Hujan, Jalan, dan Tas

Cerpen urban mengharubiru tentang Jayeng, kebaikan yang terlalu royal, dan pagar kebun sebagai batas yang menumbuhkan—bergaya Kompas Minggu.

Pagar yang Menumbuhkan

“Batasan bukan tembok dingin, melainkan pagar kebun.Agar bunga tidak diinjak, dan agar dirimu tahu apa yang sedang kamu rawat.” .

Cerpen emosional Manggalayuda & Sanggalangit, dua jiwa yang bertemu kembali dan menyadari bahwa membuka bab kehidupan baru adalah bentuk kemewahan sejati.

Halaman Berikutnya

“Jangan berhenti membaca hanya karena satu halaman membuatmu menangis.Sebab kadang air mata adalah tinta yang paling jujur untuk menulis bab

Cerpen emosional di Bukit Rhema tentang cinta diam antara Rayya dan Galasih. Tak selesai, tapi tak pernah hilang. Diam yang abadi.

Senandung yang Tak Pernah Usai

“Beberapa cinta tidak lahir dari genggaman. Ia tumbuh dalam doa dan diam. Ia hidup sebagai roh yang tak pernah lelah