n-JAWA-ni: Transformasi Diri Membangun Menara Sukses

Sak bejo-bejone wong lali, isih bejo wong sing eling lan waspada

 

Setiap langkah perjalanan manusia pasti dihadapkan pada tantangan, kritik, bahkan cibiran. Namun, justru melalui tantangan tersebut, kita belajar tumbuh dan menciptakan makna kehidupan. Dalam gambar ilustrasi yang menginspirasi ini, bisa diungkapkan dengan kalimat: “Every brick they threw at me, I used to stand on.” Kalimat ini menyiratkan pesan yang dalam: apa yang awalnya dimaksudkan untuk menjatuhkan, dapat menjadi pijakan untuk melangkah lebih tinggi.

Dalam etos kerja masyarakat Jawa, “Sak bejo-bejone wong lali, isih bejo wong sing eling lan waspada” (seberuntung-beruntungnya orang yang lalai, masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada) mengajarkan bahwa keberhasilan lahir dari kesadaran, kewaspadaan, dan ketekunan.

Dari perspektif kearifan lokal, pitutur luhur Jawa seperti “Urip iku urup” (hidup itu menyala) mengajarkan bahwa keberadaan kita di dunia ini harus membawa manfaat, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Dalam dimensi global, Winston Churchill menggemakan ide serupa: “Success is not final, failure is not fatal: it is the courage to continue that counts.” Perpaduan kearifan lokal dengan pemikiran global ini menawarkan panduan yang relevan bagi generasi modern untuk mengelola kritik, menghadapi rintangan, dan mentransformasikannya menjadi kesuksesan.

 

Menghadapi Kritik dengan Kesadaran Filosofis

Dalam budaya Jawa, kritik bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan diterima sebagai bagian dari proses introspeksi. Pepatah “Ajining diri dumunung ana ing lathi” (harga diri seseorang tergantung pada ucapannya) mengajarkan kita untuk bijaksana dalam berbicara, namun juga mendorong kita untuk mendengarkan kritik dengan hati terbuka.

 

Dalam dunia modern, kritik seringkali datang dari berbagai arah—baik langsung maupun melalui media sosial. Sebuah studi oleh Gallup (2023) menunjukkan bahwa 70% individu merasa terhambat oleh kritik negatif, tetapi 45% dari mereka yang mampu mengelolanya justru berhasil mencapai tingkat karir yang lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa bagaimana kita merespons kritik menentukan jalan hidup kita.

 

Filosofi “Ngundhuh wohing pakarti” (memetik buah dari tindakan) relevan di sini. Jika kita merespons kritik dengan bijak, hasilnya akan membangun kredibilitas dan kepercayaan diri, bukan malah menjatuhkan diri kita sendiri.

 

Transformasi Negativitas Menjadi Motivasi

Dalam menghadapi hal-hal negatif, kearifan lokal Jawa menawarkan konsep “Ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake” (berjuang tanpa membawa bala tentara, menang tanpa merendahkan). Filosofi ini mendorong kita untuk mengatasi tantangan secara elegan tanpa menciptakan konflik baru.

 

Sejarah dipenuhi dengan contoh individu yang mampu mengubah negativitas menjadi pijakan untuk sukses. Salah satu contohnya adalah Jack Ma, pendiri Alibaba Group. Sebelum sukses, Jack Ma mengalami lebih dari 30 penolakan kerja, termasuk dari KFC. Namun, ia terus bangkit dan mengembangkan Alibaba menjadi salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia. Dalam pidatonya, ia mengatakan: “If you don’t give up, you still have a chance. Giving up is the greatest failure.”

 

Data dari Statista (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 65% entrepreneur sukses mengalami setidaknya tiga kegagalan besar sebelum akhirnya berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa kegigihan adalah jembatan antara kegagalan dan kesuksesan.

 

Motivasi dari Etos Kerja dan Pitutur Luhur Jawa

Dalam etos kerja masyarakat Jawa, “Sak bejo-bejone wong lali, isih bejo wong sing eling lan waspada” (seberuntung-beruntungnya orang yang lalai, masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada) mengajarkan bahwa keberhasilan lahir dari kesadaran, kewaspadaan, dan ketekunan. Filosofi ini dapat diterapkan dalam dunia kerja modern, terutama di era yang penuh disrupsi digital.

 

Sebagai contoh, Indra Nooyi, mantan CEO PepsiCo, dikenal karena dedikasi dan kepemimpinannya yang penuh inovasi. Ia kerap menekankan pentingnya kerja keras, visi jangka panjang, dan kemampuan beradaptasi. Dalam salah satu wawancaranya, Nooyi berkata: “The distance between number one and number two is always a constant struggle.

If you want to play in that game, you’ve got to come to work prepared to make a difference every day.”

 

Kutipan dari Steve Jobs, “Innovation distinguishes between a leader and a follower,” mendukung filosofi ini, menegaskan pentingnya beradaptasi terhadap perubahan tanpa kehilangan identitas diri.

 

Pitutur Luhur yang Universal: Relevansi dalam Perspektif Global

Pitutur luhur Jawa memiliki nilai universal yang relevan dalam dunia modern. Pepatah seperti “Alon-alon asal kelakon” (pelan-pelan asal tercapai) mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Hal ini sejalan dengan prinsip perencanaan strategis yang dianut di dunia bisnis global.

 

Sebagai contoh, Warren Buffett, salah satu investor terkemuka dunia, terkenal dengan pendekatan yang hati-hati dan strategis. Kutipan darinya, “Someone’s sitting in the shade today because someone planted a tree a long time ago,” mengajarkan pentingnya kesabaran dan perencanaan jangka panjang. Filosofi ini sejalan dengan nilai Jawa yang mementingkan proses daripada hasil instan.

 

Solusi dan Remedi: Strategi Mengelola Negativitas

Bagaimana cara kita mengubah negativitas menjadi kekuatan? Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diterapkan, memadukan kearifan lokal dan perspektif global:

 

  1. Mengelola Emosi dengan Bijak

Filosofi Jawa mengajarkan “Sing sapa nandur, bakal ngundhuh” (siapa yang menanam, akan memanen). Jika kita menanam pengendalian diri dan ketenangan, hasilnya adalah keputusan yang bijaksana. Dalam dunia kerja, teknik mindfulness dan manajemen stres dapat membantu kita merespons situasi negatif dengan tenang.

 

  1. Fokus pada Visi Jangka Panjang

Dalam gambar ilustrasi, setiap batu negatif yang dilemparkan diubah menjadi pijakan untuk mencapai puncak. Penelitian dari Harvard Business Review (2022) menunjukkan bahwa individu dengan visi jangka panjang memiliki peluang 40% lebih besar untuk mencapai kesuksesan dibandingkan mereka yang hanya fokus pada tujuan jangka pendek.

 

  1. Bersandar pada Komunitas Positif

Pepatah Jawa “Guyub rukun agawe santosa” (kebersamaan menciptakan kekuatan) menggarisbawahi pentingnya dukungan sosial. Dalam dunia modern, membangun jaringan profesional yang inspiratif dapat membantu kita menghadapi tantangan dengan lebih baik.

 

  1. Memanfaatkan Kritik sebagai Cermin Perbaikan

Kritik yang membangun adalah sarana untuk introspeksi. Bahkan kritik yang merendahkan pun dapat diubah menjadi motivasi, sebagaimana pepatah “Endhog dadi montor” (hal kecil pun bisa menjadi besar jika dimanfaatkan dengan baik).

 

Kesimpulan: Menara Kesuksesan dari Batu-Batu Kehidupan

Dalam kehidupan, kita tidak dapat menghindari kritik, cibiran, atau hal-hal negatif lainnya. Namun, seperti dalam ilustrasi, setiap batu negatif yang dilemparkan kepada kita dapat digunakan sebagai pijakan untuk naik lebih tinggi. Kearifan lokal Jawa seperti “Urip iku urup” mengajarkan bahwa hidup harus memiliki makna, dan perspektif global seperti “What doesn’t kill you makes you stronger” menegaskan pentingnya transformasi diri.

 

Esai ini menegaskan bahwa keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh bakat atau keberuntungan, tetapi juga oleh cara kita mengelola tantangan. Dengan memadukan filosofi lokal dan global, kita dapat membangun menara kesuksesan yang kokoh, menjadikan hidup kita lebih bermakna dan inspiratif.

 

Jember, 29 December 2024

Jeffrey Wibisono V.

Leave a Reply