Berkarir di Era Globalisasi
Pembukaan
Pada waktu saya masih berusia belasan dan sekolah menengah, saya sudah tahu posisi pekerjaan yang saya mau, yaitu menjadi “public relations di hotel”. Ini menjadi modal penting bagi saya sendiri untuk fokus terhadap suatu pencapaian dengan menghadapi segala tantangan, kendala juga dukungan pihak luar seperti orang tua, keluarga, teman, dan rekan kerja.
Dengan jalur karir zig zag yang ditentukan oleh orang lain atau pihak management perusahaan-perusahaan tempat saya bekerja, jabatan prestisius dengan pekerjaan yang saya harapkan saya capai setelah lebih dari 5 tahun berkarir..
Memperhatikan perkembangan lulusan berbagai perguruan tinggi dari berbagai jurusan, hanya 20% yang beruntung dan dapat menggeluti pekerjaan sesuai jurusan mata pelajarannya, misalnya Teknik Kimia. Lalu, 80% lainnya berkembang ke mana-mana. Bukan hanya di Teknik Kimia, ada yang menjadi pekerja pabrik, bankir, hotelier, sales automotive, musisi, jurnalis dan sebagainya. Ini terjadi karena keterbatasan ketersediaan lapangan pekerjaan dan pastinya kesempatan atau peluang.
Percepatan
Indonesia saat ini menghadapi beberapa ketertinggalan dibandingkan banyak negara maju lainnya bahkan di wilayah ASEAN sekalipun.
Misalnya:
- Produk Domestik Bruto (PDB)berada di peringkat bawah.
- Happines Index kita juga bawah.
- Begitu pula Life Opportunity-nya.
- Lalu, minat membaca kita juga terbilang rendah.
Itulah beberapa ketertinggalan Indonesia, yang artinya ketertinggalan kita sebagai warga negaranya. Oleh karena itu, maka kita masih harus bekerja sangat keras untuk mengejar semua ketertinggalan tersebut. Bagaimana caranya?
Kita harus mengatasinya dan melakukannya dengan cara-cara yang luar biasa. Pola umum kita dalam belajar dan bekerja adalah mengikuti kurva S. Inti dari kurva S ini dari seluruh waktu hidup kita, 40% dipergunakan untuk belajar berbanding 60% untuk bekerja. Ini pola umum. Dengan pola ini sulit bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain. Maka, perlu ada langkah–langkah khusus untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Maka, perlu diterapkan pola dengan kurva L. Jadi,30% dari seluruh waktu untuk belajar, dan 70% untuk bekerja. Ini artinya sejak sekolah di tingkat menengah pun pelajar harus sudah mulai bekerja meningkatkan kemampuan diri untuk bekerjasama dengan lingkungan luar dan berpenghasilan kerja magang.
Jadi, pelajar dan pekerja pemula dituntut tidak cukup hanya dengan pintar, tetapi mereka harus mampu melakukan percepatan. Mereka harus hebih hebat, matang dan lebih pintar dari orang tuanya maupun pendahulunya. Kalau dijamannya Soekarno mampu menjadi presiden NKRI pertama pada usia 44 tahun dan Soeharto di usia 46 tahun, seharusnya generasi dibawahnya bisa lebih cepat. Misalnya menjadi presiden NKRI dilantik pada usia 40-an tahun dimasa depan.
Saya pribadi mengalami percepatan ini, karena tepat pada usia 30 tahun sudah dipercaya untuk memimpin salah satu hotel dengan proyek ekstensinya dengan jabatan operations manager yang sistem pelaporannya dan koordinasi kerjanya langsung ke pemilik usaha, orang nomer satu di perusahaan.
Globalisasi
Menghadapi tantangan dari era globalisasi, ada sejumlah ciri dan paradigma globalisasi. Intinya globalisasi membuat ajang kompetisi menjadi berubah. Misalnya, kini kompetisi menjadi berbasis pengetahuan (knowledge base skill) dan teknologi elektronik maupun digital yang lebih mengutamakan kerja sama dan networking, serta pada penciptaan nilai tambah (value creation). Jadi, semakin tinggi kandungan intelektual suatu produk atau jasa, harganya pun akan menjadi semakin tinggi. Ini bisa ditujukan juga untuk produk sumber daya manusia.
Untuk menghadapi era global, para pekerja diberbagai bidang perlu memiliki bekal dasar. Perlu memiliki keahlian dan pengetahuan sebagai aset kompetensi. Tapi, itu pun belum cukup, pekerja juga perlu memiliki interpersonal skill, daya adaptasi sebagai penggerak di lingkungannya dan terus menerus mengembangkan diri.
Perlu juga ditekankan pentingnya pekerja dengan pola pikir proaktif dan inovatif. Apa itu? Misalnya, mampu merumuskan dan mengatasi masalah baru dengan solusi yang tidak generik. Lalu, peka dan peduli dengan masalah-masalah sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Para pekerja juga dituntut untuk berani dan mampu mengelola risiko, serta tangguh dan selalu berpikir positif untuk memenangkan persaingan secara lokal maupun regional dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean / AFTA (ASEAN Free Trade Area yang merupakan kesepakatan dari negara – negara di asean untuk membentuk sebuah kawasan bebas perdagangan) mulai 2015 ini.
Karir atau Pekerjaan?
Bedanya pekerjaaan dengan karir. Pekerjaan adalah sesuatu yang kita lakukan untuk mencari penghasilan. Sementara, karir adalah melakukan pekerjaan yang kita sukai sambil juga menghasilkan uang. Jadi, perbedaannya adalah di dalam karir ada passion. Idealnya, job sama dengan karir. Jadi, kita melakukan sesuatu yang kita sukai. Namun, tak semua orang bisa mencapai kondisi yang ideal semacam ini.
Selain itu, dalam memilih suatu profesi, pekerja penting untuk memiliki empat hal, yakni bakat (yang merupakan kombinasi antara skill dan knowledge), dan passion. Lalu, dua lainnya adalah dukungan orang tua dan peluang.
Catatan:
Kurva S
Cara lain untuk menunjukkan adanya varians adalah dengan menggunakan grafik yang disebut dengan kurva S. Bentuk kurva yg menyerupai huruf S dise- babkan kegiatan proyek berlangsung sbb :
Kemajuan pada awalnya bergerak lambat
Berikutnya kegiatan bergerak cepat dalam waktu yang lebih lama
Akhirnya kecepatan kemajuan menurun dan berhenti pada titik akhir.
Kurva L
Garis Horizontal merupakan Waktu
Garis Vertikal merupakan Prestasi
Ciri-ciri pola Kurva L salah satunya terlihat dari bagaimana ia mengisi waktu-waktunya dengan prestasi, sedikit waktu banyak mengukir prestasi, melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat
Bali, 6 September 2015
Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku
Hospitality Consultant Indonesia in Bali – Telu Learning Consulting – Commercial Writer Copywriter – Jasa Konsultan Hotel