Citra! Bukan Gaya-gayaan

“Duh, enaknya jadi seorang General Manager seperti Jeffrey.” Begitu kata teman-teman di network pergaulan saya yang bukan pekerja hotel dan pariwisata.

 

Mengendarai mobil seri terbaru dari merek terkenal di dunia di jalan tol Bali Mandara dengan kecepatan 100 km per jam setiap harinya. Ya, mobil warna abu-abu metalik hasil pembelian dari hotel tempat saya kerja menjadi hak untuk dipergunakan secara pribadi. Ini bagian dari fasilitas jabatan. Pasti. Dapat nilai tambah bukan?  Lebih-lebih karena sampai saat ini hanya beberapa General Manager di Bali yang mendapatkan fasilitas seperti yang diberikan kepada saya.

 

Fasilitas yang membuat orang menoleh dua kali ini, bukan untuk gaya-gayaan. Tetapi bagian dari citra perusahaan yang saya emban. Ya…, menyesuaikan rating nya lah.

 

Mobil adalah satu-satunya kendaraan  yang bisa saya kendarai secara baik. Saya ini tidak bisa naik motor atau sepeda. Entah apa alasan orangtua saya, sejak kecil saya tidak diperbolehkan untuk menyentuh sepeda gayung milik bapak, kakak, dan adik saya. Apalagi bisa mengendarainya. Demikian juga rentetannya. Bapak punya sepeda motor. Ya, sudah begitu saja. Tidak pernah saya diajari mengendarainya. Tetapi kakak dan adik saya diperbolehkan meminjam dan diajarinya.

 

Dari tidak boleh menyentuh dan meminjam sepeda dan sepeda motor anggota keluarga saya, nasib saya menjadi lebih baik dalam hal berkendara. Saya tidak bisa naik sepeda, tidak bisa mengendarai sepeda motor, tapi kini bisa menyetir mobil. Keren kan? Saya mendapatkan kesempatan kursus menyetir mobil di Bali sampai mendapat SIM Surat Ijin Mengemudinya.

 

Di Bali, salah satu syarat untuk menjadi Sales Manager adalah bisa mengendarai mobil sendiri untuk menjalankan tugas. Jadi, dengan salah satu syarat utama sudah saya punyai. Urusan nyetir lancar atau tidak, ya nanti-nantilah. Yang penting nekat. Alah bisa karena biasa. Hehehehe…..

 

Soal urusan menyetir mobil ini memang tidak mulus-mulus amat pada awalnya. Saya beberapa kali tabrakan ringan waktu awal-awal mengendarai mobil sendirian. Ya nyundul bis, ya diserempet truk, ya nyrempet-nyrempet tembok.

 

Kemampuan menyetir saya meningkat hebat ketika bekerja dan tinggal di Jakarta dan harus ke mana-mana menyetir sendiri di tengah arus lalu lintas Jakarta yang ganas dan padat.

 

Sewaktu pertama kali menjadi Sales Manager, selain harus menyetir mobil sendiri, keberanian lainnya adalah menemukan jalan untuk mengunjungi client sesuai data base yang telah dibuat sendiri pula. Kesasar dan salah jalan sudah resiko. Tetapi inilah bagian dari job description yang tidak tertulis.

 

Sekarang, sepertinya saya bisa mapping membayangkan lokasi dan jalan-jalan sampai ke pelosok pun dengan mudah. Pastinya yang sudah pernah saya jelajahi.

 

Untuk menjadi Sales Manager profesional, sesuai pelatihan yang diberikan, persyaratan lainnya untuk berkunjung ke kantor client adalah menata penampilan dan beretika, sopan, dan ramah. Pakaian harus rapi. Untuk itu saya selalu mendapat seragam. Jadi, dalam hal ini sudah diamankan.

 

Yang perlu modal serius adalah, “bawalah tas kerja dan kenakan sepatu kulit dengan kualitas baik”. Urusan tas dan sepatu ini, dengan bertambahnya pendapatan saya, makin lama tuntutannya makin tinggi. Saya memilik tas dan sepatu kulit asli dengan beberapa warna. Buatan luar negeri juga buatan negeri sendiri dengan model klasik dan berkualitas baik tentunya. Buat saya bukan mewahnya. Tetapi menambah percaya diri dan sekali lagi, membawa citra perusahaan.

 

Menyesuaikan diri, begitu dalihnya.

 

Di dalam tas kerja itu, sudah selalu siap sekotak kartu nama, buku catatan, beberapa dokumen yang diperlukan untuk bahan diskusi dan konfirmasi, pena, dan jaman sekarang tidak boleh ketinggal charger handphone dan power bank.

 

Di masa saya sebagai Sales Manager, sales kit dengan isi komplit selalu sudah tersedia di dalam mobil yang saya kendarai. Puluhan. Jalanan di Bali masih lancar sampai akhir 90an. Jadi, sehari bisa ketemu 8 sampai 12 client. Sepanjang hari dari pertemuan pertama jam 10 pagi sampai berakhir jam 4 sore. Nyampe hotel jam 5 sore, melanjutkan dengan tugas administrasi. Ya, target saya adalah pekerjaan selesai hari itu, bukan target pulang sesuai jam kerja.

 

Apa sih dasar etika Sales Manager itu?

 

Saya diajarkan pelatihan Tata Krama di kelas khusus. Panduan komplit untuk saya praktekkan sehari-hari secara otomatis.

  • Hindarilah bau mulut yang tidak sedap. Jadi, saya selalu siap dengan permen. Mulut yang kering kan menyebabkan bau tidak enak
  • Tidak boleh bau badan. Jadi, saya sangat menjaga ini dengan membalurkan bedak anti bau badan di ketiak setelah mandi.
  • Tidak boleh menggunakan parfum yang baunya tajam menyengat. Karena dicurigai bisa mengganggu orang-orang di sekitarnya, terutama lawan bicara. Untuk yang satu ini, saya beruntung mampu membeli wangi-wangian import asli. Saya suka yang aroma segar halus sporty kayu. Jadi sudah aman.
  • Menyerahkan dan menerima kartu nama pada saat pertukaran. Ingat! dengan kedua tangan. Apabila client menyerahkan kartu nama pada saat bersamaan, terimalah kartu nama client terlebih dahulu. Untuk hal ini saya perlu berlatih secara terus-menerus. Banyak lupanya.
  • Jadilah orang yang menyenangkan dan penuh simpatik. Sapalah dengan profesional dan ramah, hormat dan sopan. Dari mulai harus lapor security, bertemu dengan receptionist, kemudian siapa pun yang akan dilintasi di kantor client. Di poin ini saya sukses. Secara natural saya besar dari keluarga yang menerapkan adat Jawa. Kalau tidak sopan bisa dikabyuk
  • Saya sudah terbiasa pula menggunakan magic words, mengucapkan salam dan terima kasih saat meninggalkan kantor client.
  • Banyak personil sales gagal ketika harus menjamu tamu. Mereka tidak paham tentang makanan dan minuman internasional, juga tata krama di meja makan ketika menjadi tuan rumah. Untuk pengetahuan yang satu ini, I got personality! Selalu sukses. Sudah terlatih dari pendidikan keluarga.

 

Selanjutnya, saya menjadi hotelier seperti sekarang ini bukanlah terjadi dalam sehari. Saya menjalani proses panjang selama hampir 30 tahun karir saya. Melalui proses sosial atau interaksi yang saya lakukan. Komitmen untuk memberikan dan melayani kebutuhan tamu baik itu kamar, meeting, incentive, convention, exhibition, maupun sarana penunjang hotel yang lain. Memediasi kepentingan tamu dan bertanggung jawab memenuhi tujuan tempat kerja di dalam meningkatkan tingkat hunian, total revenue hotel maupun brand image.

 

Ujung-ujungnya adalah kesejahteraan karyawan, termasuk pendapatan saya sendiri, yang meningkat setiap saat sesuai zamannya, sesuai jabatannya.

 

Mau?

 

Silakan berkarya, berkomitmen dan pikirkanlah kepentingan orang lain yang akan berimbas hasilnya kepada diri sendiri dan orang lain terutama anggota keluarga.

 

 

Dari Kumpulan (unpublished) Hotelier Stories Catatatan Edan

Jeffrey Wibisono V. @namakubrandku

Hospitality Consultant Indonesia in Bali – Telu Learning Consulting – Commercial Writer Copywriter – Jasa Konsultan Hotel

4 Comments

  1. Inspiring pak Jeffrey. Memang kadang orang nggak nyadar bahwa dibalik segala fasilitas dan kekhususan yang diterima terkait jabatan, ada suatu proses yang penuh perjuangan untuk bisa melayakkan diri di posisi tersebut. Thanks for sharing,

  2. Very inspiring. Memang biasanya yg terlihat hanya ujungnya saja, sama seperti pulau es, padahal yg dibawah air jauh lebih besar dari ujungnya, process untuk mencapai itu yg kadang orang tidak tahu dan tidak mau tahu.
    Banyak sekali orang kita yg mampu seperti bapak yg tidak kalah dengan orang asing, tapi masih banyak yg tidak terlihat. Saya sendiri lebih gampang mencari kerjaan diluar dengan posisi sama dari pada dalam negri, padahal saingannya diluar ada ratusan orang sementara didalam negri paling banyak 5 orang.
    Dulu diluar saya sudah di senior management sementara ada bule yg baru level assistant dephead, kita sama2 habis contract dan ke bareng2 ke Bali, dia jadi GM sementara saya turun ke level dephead malah. Syukurnya sekarang saya sudah balik lagi kelevel Senior Management berkat Ayodya Resort Bali

Leave a Reply